- Lee Jonghyun CNBLUE
- Shin Jihyeon [fiktif]
- Jung Yonghwa CNBLUE
- Jung Iseul [fiktif]
- Kang Minhyuk CNBLUE
- Kang Eunjin [fiktif]
- Park Hanyoung [fiktif]
- Lee Daehyun [fiktif]
Jonghyun menyetir mobilnya dengan kecepatan 90 km/jam, terlalu cepat untuk ukuran jalan raya. Emosinya membuncah setelah mengetahui fakta yang keluar dari mulut ayahnya sendiri, fakta yang sengaja ditutupi darinya.
Flashback
“Aku mencintai seorang gadis bernama Ryuna. Dia tinggal bersama kakek dan neneknya dan aku dengan kakekku. Eomma dan appa tinggal di London, aku tidak ikut dengan mereka.
Dia teman masa kecilku, sebelumnya aku tinggal di Busan dan rumah kami bersebelahan. Kemudian saat aku masuk SMA, kakek meninggal dan appa memintaku pindah ke Seoul, dan dua tahun kemudian orang tuaku juga ikut pindah ke Seoul. Padahal statusku dan Ryuna sedang berpacaran, tanpa sepengetahuan siapapun. Aku sangat mencintainya. Kamipun menjalani hubungan jarak jauh.
Ternyata sekembali dari London, mereka sudah merencanakan sesuatu. Mereka menjodohkanku dengan anak temannya. Aku kaget begitu tau kalau yeoja itu satu sekolah denganku dan aku lebih terkejut saat melihat yeoja itu. Dia sangat mirip dengan Ryuna. Ryuna memang pernah bercerita kalau dia memiliki saudara kembar yang tinggal di Seoul. Dan ternyata yeoja yang bernama Hyuna itu orangnya. Tampaknya Ryuna benar-benar tidak memberitahukan hubungan kami pada orang lain, termasuk kembarannya sendiri. Hyuna hanya terkejut karena kami satu sekolah.
Aku tidak mungkin menutupi semua ini dari Ryuna. Aku tetap tidak mau berpisah walaupun Ryuna memaksaku untuk memutuskan hubungan kami. Kamipun masih tetap berhubungan, walaupun masih diam-diam.
Dengan terpaksa aku menikah dengan Hyuna. Di sisi lain, hubunganku dengan Ryuna juga semakin intim. Hingga Ryuna bilang kalau dia tidak mau meneruskan hubungan kami yang masih diam-diam. Dia tidak mau menyakiti hati adik kembarnya. Namun, tanpa di duga dia ternyata sedang mengandung 1 bulan, itu kau.
Hingga lambat laun, Hyuna mengetahui hubungan kami. Aku tau hatinya hancur, tapi yang aku cintai hanya Ryuna. Diapun merelakanku, membiarkanku tinggal bersama Ryuna dan menutupi semua ini dari orang-orang termasuk orang tua kami.
Tibalah saatnya Ryuna untuk melahirkan. Namun sayang, begitu kau lahir, beberapa jam kemudian Ryuna menghembuskan nafas terakhirnya.
Flashback end
Hampir saja dia menerobos lampu merah dan menabrak kerumunan mobil yang sedang menyebrang. Kalaupun mati, hal itu tidak masalah bagi Jonghyun. Dia bisa segera menyusul ibu kandungnya dan meminta penjelasan sejelas-jelasnya.
Sesampainya di rumah, Jonghyun langsung masuk ke kamar. Ibu Jonghyun –Hyuna- yang melihat anaknya masuk tanpa salam padanya, merasa ada yang tidak beres. Biasanya Jonghyun akan menghampiri ibunya dulu, memberi kecupan kilat di pipi ibunya lalu menceritakan kejadian apa saja yang dialami Jonghyun.
TOK TOK TOK!
Begitu terdengar suara ketukan pintu, Jonghyun langsung menutupi dirinya dengan selimut, seolah-olah dia sudah tidur.
KLEK!
Hyuna masuk, meletakkan segelas coklat hangat lalu duduk di tepi ranjang Jonghyun. Diapun mengelus-elus rambut Jonghyun.
“Jonghyun-ah, kau tidak perlu berpura-pura sudah tidur. Bangun dan ceritakan pada eomma!” katanya lembut.
Jonghyun-pun membuka matanya dan bangkit dari tidurnya, ikut duduk. Jonghyun menatap lekat-lekat mata ibunya.
Dia mirip denganku dan selama ini sangat menyayangiku. Mana mungkin dia bukan ibu kandungku? Appa pasti mengada-ada! Batin Jonghyun.
“Eomma?”
“Hmm?”
“Aku... belum pernah mendengar cerita tentang kelahiranku. Apa aku rewel saat aku di dalam kandungan eomma? Apakah aku lahir di caesar atau secara normal atau mungkin disedot? Aku tidak tau apa eomma merasa kesakitan saat eomma melahirkanku. Bisa ceritakan semua itu?”
Yeoja paruh baya itu mematung. Merasa fakta yang berhasil dia tutupi dengan mulus selama ini sepertinya telah terbongkar.
“Jadi, appa-mu sudah cerita semuanya?” tanya Hyuna lirih dan entah kenapa air mata tiba-tiba saja jatuh. Jonghyun merasa menyesal telah menanyakan itu.
“Dia benar! Kau anak kakakku! Kau anak Ryuna!” kini tangisan Hyuna pecah. Air mata Jonghyunpun ikut jatuh.
“Tapi kenapa eomma baru cerita sekarang? Dan kenapa eomma begitu sangat mencintaiku yang kenyataannya bukan anak kandungmu.”
“Aku mencintaimu, nak!”
Hyuna mengambil nafas sejenak sebelum mengatakan sesuatu.
“Sebelum Ryuna menghembuskan nafas terakhirnya, dia berpesan padaku untuk menjagamu baik-baik. Saat melihat kau pertama kali, aku merasa harus menjagamu layaknya anak kandungku. Aku mencintaimu, nak! Kau darah daging Ryuna, berarti darah dagingku juga.”
Air mata mereka tak mampu mereka bendung. Jonghyun memeluk Hyuna erat.
“Aku juga mencintaimu, eomma!”
Dua hari berlalu. Setelah mengetahui kebenarannya, Jonghyun hanya mengurung diri di kamar. Hyuna terpaksa menutup toko karena sang pembuat muffin ingin menenangkan diri sejenak.
Berkali-kali Jihyeon dan Iseul mengirim sms, tidak ada satupun yang dibalas Jonghyun. Ditelponpun tidak di angkat. Membuat khawatir dua yeoja itu.
“Jonghyun tidak ke sini?” tanya Iseul.
“Ani! Sudah dua hari,” jawab Jihyeon.
“Jinjjayo? Dia juga tidak masuk 2 hari ini. Tokonya pun tutup. Ada apa dengannya? Tidak biasanya begini.”
Mereka menghela nafas serempak.
“Bagaimana kalau kita ke rumah Jonghyun saja?”
“Eonni tau rumahnya?”
“Tau dong!”
Jihyeonpun beranjak dari tempat tidurnya. Namun keburu dicegah oleh Yonghwa yang datang tiba-tiba.
“Andwae! Jihyeon-ah, kau tidak boleh ke mana-mana!” perintah Yonghwa.
“Wae?”
“Iseul-ah, kalau kau mau pergi, pergilah sendiri.”
“Waeyo?”
“Pergilah!” perintahnya lagi. “Tinggalkan kami berdua, aku harus bicara padanya.”
Iseulpun pergi dengan perasaan bingung, meninggalkan Yonghwa dan Jihyeon berdua.
“Waeyo, oppa? aku kan sudah sehat,” protes Jihyeon.
“Kau tidak boleh ke mana-mana, Jihyeon!”
Jihyeon hanya mendengus kesal. Tidak seperti biasanya dia mau keluar dilarang-larang begini.
“Apa keadaanku memburuk?” tebak Jihyeon. Yang ditanya hanya diam membisu, seakan tidak mendengar pertanyaan Jihyeon.
“Benar kan, oppa? Jadi, berapa lama lagi sisa hidupku? Satu tahun? Enam bulan? Atau seminggu?” pertanyaan Jihyeon yang bertubi-tubi membuat Yonghwa makin membisu. Lidahnya kelu. Tidak tau harus memulai dari mana.
“Jihyeon-ah! Waktumu hanya tinggal 1 bulan!”
Jihyeon menundukkan kepalanya, menekan dada kirinya yang tiba-tiba saja terasa seperti tertusuk pisau. Jihyeon berusaha menahan emosinya. Yonghwa menghampiri Jihyeon dan memeluknya erat seakan tidak ingin kehilangan orang yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri.
“Tenanglah, Jihyeon! Oppa pasti akan temukan pendonor jantung untukmu secepatnya.”
Mereka berdua menangis. Tidak. Ada satu orang yang ikut menangis di balik pintu, kedua tangannya menutup mulutnya yang menganga.
TING TONG!
Hyuna bergegas menuju pintu.
KLEK!
“Annyeonghaseyo, ahjumma!” sapa Iseul.
“Iseul? Lama tidak berjumpa. Pasti mau bertemu Jonghyun. Tapi saat ini dia tidak mau diganggu.”
“Tolong bujuk dia, ahjumma! Aku ingin bicara sesuatu dengannya.”
Hyuna tampak sedang menimbang-nimbang. Ditatapnya sosok Iseul yang menurutnya ingin bicara serius pada anaknya
“Baiklah! Ayo masuk dulu!”
Hyuna menuntun Iseul menuju ruang tamu dan menyilahkan Iseul duduk.
“Kau mau minum?” tanya Hyuna ramah.
“Tidak perlu, aku hanya ingin bicara sebentar.”
Hyunapun mengangguk paham lalu bergegas menuju kamar Jonghyun.
“Jonghyun-ah, ada tamu untukmu!” kata Hyuna.
“Suruh yeoja gila itu pulang! Aku tidak mau melihat wajahnya!”
“Jonghyun, berhenti menyebutnya begitu. Dia tidak seperti yang kau bayangkan. Cepat temui dia!”
“Aish! Ne~!”
Bahkan eomma bicara sama persis seperti yang Jihyeon katakan.
Jonghyun bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan gontai menuju ruang tamu.
“Mau apa kau ke sini?” tanya Jonghyun acuh. Dia duduk di seberang Jihyeon.
“Aku ingin tau kabarmu! Sudah dua hari kau tidak masuk.”
“Aku baik-baik saja! Sudah puas? Silahkan kau pergi!”
Jonghyun bangkit dari tempat duduknya.
“Aku ingin memberitahu sesuatu. Mengenai... Jihyeon!”
“Hah? Kenapa dengan Jihyeon?” tanya Jonghyun khawatir.
“Tadi... aku... mendengarkan percakapan Jihyeon dengan oppa...”
***
Jihyeon sedang duduk termenung di bangku taman rumah sakit. Memikirkan nasibnya ke depan.
“Haaaah! Sial!” gumam Jihyeon. Dia benar-benar pasrah kalau sudah menyangkut hidup dan mati.
Orang tuanya sibuk, beberapa tahun ini tidak berkunjung ke Korea. Bagus lah! Setidaknya kalau aku pergi, pekerjaan mereka akan membuat mereka lupa dengan kesedihan mereka. Yah, itupun kalau mereka sedih, batin Jihyeon.
Saat Jihyeon sedang termenung, tiba-tiba dua telapak tangan menutup mata Jihyeon.
“Ya!”
Jihyeon berusaha melepas tangan itu, tapi kekuatannya tidak cukup.
“Oppa pabo!”
Si pemilik tangan akhirnya melepas tangannya. Jihyeon berbalik dan tersenyum pada namja itu.
“Tuh kan benar!”
“Siapa yang kau maksud pabo?” tanya Minhyuk seraya mengambil posisi di samping kanan Jihyeon.
“Ya kau lah! Otak boleh encer. Kalau beginian mah, siapa lagi kalau bukan kau!”
Minhyuk hanya tertawa. Sebenarnya dia tidak begitu mengerti apa yang dikatakan Jihyeon.
“Pagi yang indah, ya!” gumam Minhyuk. Jihyeonpun mengangguk setuju.
“Bagaimana ujianmu? Ini belum dua minggu.”
“Haha emang kau tahan tidak bertemu denganku selama itu? Lumayan! Tinggal menunggu hasil, satu bulan lagi diumumkan!”
“Jinjja? Satu bulan..?”
“Ne! Kalau aku lulus dengan nilai bagus, aku akan mengajakmu ke Lotte World dan kita main sepuasnya.”
Jihyeon hanya tersenyum miris. Satu bulan? Diapun tidak tau dia masih ada di dunia ini atau tidak. Hanya Tuhan yang tau.
Minhyuk yang sudah tau tentang keadaan Jihyeon –Eunjin selalu memberitahu perkembangan Jihyeon pada Minhyuk-, ingin sekali menarik ucapannya tadi. Minhyukpun merangkul bahu Jihyeon. “Gwenchana! Aku yakin kau akan sembuh total! Aku yakin itu!”
Jihyeon menatap Minhyuk yang ada di sampingnya. Ingin sekali menangis tapi rasanya bosan menangisi hal yang itu-itu saja.
“Kalau tidak?”
“Sejak kapan Jihyeonku pesimis begini? Tuhan sudah menentukan jalan hidup masing-masing manusia dan kita tidak tahu bagaimana hidup kita ke depan. Optimislah! Keajaiban itu ada!”
Mendengar kata-kata Minhyuk membuat hatinya tenang. Dia merasa beruntung memiliki teman sekaligus kakak seperti Minhyuk.
Sekarang bukan saatnya bersedih. Jihyeon tidak mau melihat orang-orang di sekitarnya ikut bersedih karena dirinya.
“Oppa, traktir aku ramen yang di seberang rumah sakit dong!” pinta Jihyeon. Dengan cepat Jihyeon mengganti suasana hatinya dan ternyata juga ikut berpengaruh pada Minhyuk. “Kajja!” Minhyuk menarik jihyeon dengan semangat.
Namun saat di pintu utama rumah sakit, mereka berdua berpapasan dengan Jonghyun dan Iseul.
“Oppa....!” seru Jihyeon. Dia berlari menghampiri Jonghyun dan tanpa sadar langsung memeluk Jonghyun. Tangan Jonghyun dengan reflek membalas pelukan Jihyeon. Sudah beberapa hari ini mereka berdua tidak bertemu.
Iseul mengambil langkah mundur. Hatinya cemburu melihat apa yang sedang dilihatnya kini. Ingin sekali melerai, tapi badannya tiba-tiba saja kaku.
Minhyuk hanya memandang lurus ke depan, diam membisu. Bukan menatap sosok Jonghyun dan Jihyeon, melainkan sosok yeoja cantik yang berdiri memalingkan wajah di belakang Jonghyun dan Jihyeon. Mata segaris Minhyuk seketika membulat.
Iseul yang begitu menyadari ditatap seseorang, hanya menatap Minhyuk dengan acuh, lalu kembali memalingkan wajahnya.
“Oh ya, oppa, eonni, kenalkan ini Minhyuk!” kata Jihyeon sambil menarik Minhyuk mendekat. “Dia ini teman sekaligus guruku.”
Minhyuk membungkuk. “Naneun Kang Minhyuk imnida!”
“Yang ini Lee Jonghyun dan ini Jung Iseul!” kata Jihyeon mewakili Jonghyun dan Iseul.
“Jung Iseul? Nama yang cantik, secantik orangnya,” puji Minhyuk. Jihyeon menyikut pinggang Minhyuk. “Ya, bersikap sopanlah pada mereka. Mereka ini lebih tua dari kita.”
“Ehehehe, mianhamnida!”
“Maafkan Minhyuk oppa, dia memang suka asal bicara.”
“Tapi Iseul noona memang cantik kok, secantik namanya.”
“Oppa, jangan menggombal deh!”
“Siapa yang sedang menggombal? Itu fakta, adikku!” kata Minhyuk sambil mencubit kedua pipi putih Jihyeon. Jihyeonpun balik mencubit kedua pipi mulus Minhyuk
Iseul hanya tertawa kecil melihat kelakuan Jihyeon dan Minhyuk. Sedangkan Jonghyun, masih bingung dengan apa yang dirasakannya kini. Panas, kesal dan iri bercampur aduk. Jonghyun cemburu, ingin sekali rasanya berada di posisi Minhyuk.
“Oppa, aku dan Minhyuk oppa mau makan ramen yang di sana,” kata Jihyeon sambil menunjuk sebuah restoran kecil di seberang rumah sakit, “Ayo ikut, sama Iseul eonni juga!”
“Boleh!” sahut Jonghyun.
“Kajja!”
Jihyeon menarik lengan Jonghyun dan Minhyuk hingga baru berjalan beberapa langkah Jihyeon menyadari sesuatu. Diapun berbalik.
“Eonni, kok diam? Ayo!” ajak Jihyeon.
Iseul merasa bimbang. Ingin sekali dia ikut mereka dan memantau kedekatan Jihyeon-Jonghyun, tapi tiba-tiba saja percakapan itu kembali terngiang. Iseul iba dengan keadaan Jihyeon.
Apa aku harus mengalah? Aku sangat menyukai Jonghyun, tapi Jihyeon lebih membutuhkan Jonghyun dibanding aku! batin Iseul
“Eonni, kok bengong?”
“Hah? Hmmm aku ada urusan dengan Yong oppa, kalian pergi saja tanpa aku!” kata Iseul sambil melambaikan kedua tangannya, kemudian berjalan memasuki rumah sakit.
Jihyeon kembali menarik lengan dua namja itu, tapi ternyata salah satunya tidak merespon.
“Oppa?”
“Aku tidak ikut deh!”
“Wae?”
“Aku lupa tadi Eunjin noona menyuruhku untuk menemuinya. Kalian pergi saja berdua. Aku tidak mau mengganggu kalian,” bual Minhyuk.
Tiba-tiba saja wajah Jihyeon dan Jonghyun memerah.
“Dadah!” Minhyuk melambaikan tangannya lalu berlari memasuki rumah sakit tanpa memberi kesempatan untuk Jihyeon bicara.
Di dalam hati Jonghyun yang terdalam, dia merasa sangat lega sekaligus senang. Dua orang yang dia anggap pengacau telah pergi dan kini hanya berdua dengan Jihyeon. Kesempatan yang sedari tadi Jonghyun tunggu.
“Noona, kau hari ini sedang off, kenapa kemari?” tanya Yonghwa sambil membaca data-data pasien di ruangannya.
Eunjin yang duduk di seberang Yonghwa hanya mendengus kesal. “Kau tidak suka kalau aku menemuimu?”
Yonghwa yang merasa kalau kata-katanya salah langsung meletakan map yang sedari tadi dia pegang lalu duduk di atas meja tepat di depan Eunjin.
“Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja akhir-akhir ini kau sibuk, seharusnya kau manfaatkan hari liburmu ini untuk menghilangkan penatmu,” kata Yonghwa lembut. Tangannya membelai rambut panjang Eunjin.
“Melihatmu saja rasa penatku sudah hilang,” gumam Eunjin yang tentu saja sontak membuat Yonghwa kaget.
Yonghwapun tertawa.
“Ya! Kenapa kau menertawakanku?” tanya Eunjin kesal.
“Aku cuma kaget sama kata-kata kau barusan. Tidak biasanya!”
Eunjinpun tersipu malu, “Aku kan cuma mau mulai membiasakan diri. Sebentar lagi kan...”
Tiba-tiba Yonghwa mencondongkan tubuhnya ke arah Eunjin. Jantung Eunjin berdetak dengan cepat.
“Yonghwa-ya, jangan di sini!”
“Lalu kau maunya di mana, jagi?” tanya Yonghwa sambil mengedipkan sebelah matanya pada Eunjin.
“Hmm, maksudku... maksudku jang..”
Yonghwa tidak memberi kesempatan Eunjin meneruskan kata-katanya. Yonghwa mengunci bibir Eunjin yang terbuka dengan bibirnya. Beberapa saat mereka berciuman, tanpa sadar sepasang mata sedang memperhatikan mereka di balik celah pintu yang ternyata tidak tertutup rapat.
“Ya Tuhan, dasar Yong oppa tukang sosor!” gumam Iseul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ehem!” seseorang berdeham. Namja bermata sipit itu menyenderkan diri di dinding tanpa menatap iseul.
“Ya! Ngapain kau di sini? Sana pergi!” usir Iseul.
“Jangan mengintip orang yang lagi kasmaran! Kajja!” Namja itu menarik lengan Iseul dan membawanya ke kantin rumah sakit.
Ternyata tidak saling bertemu untuk beberapa hari, membuat keduanya canggung. Tadi saat makan ramen, mereka hanya sibuk makan dan juga pikiran mereka masing-masing, hanya basa-basi sedikit. Sesampainya di taman rumah sakit, mereka berdua juga hanya diam membisu, tidak tau mau mengobrol apa.
Taman rumah sakit merupakan tempat favorit Jihyeon yang kedua setelah danau. Rumah sakit berada di dataran tinggi, sehingga bisa melihat keindahan pusat kota Seoul dari atas.
Dan kini Jihyeon hanya duduk memandangi pemandangan itu. Namun kemudian rasa sakit itu muncul kembali. Rasa yang bahkan belum pernah dia rasakan sekalipun. Lebih sakit dari sebelumnya. Jantungnya serasa ingin meledak dan kepalanya seperti sedang dipukul-pukul dengan palu. Ingin menyembunyikan keadaan itu, tapi sudah keburu diketahui Jonghyun begitu namja itu melihat Jihyeon yang tiba-tiba saja mengerang kesakitan.
“Aku kira noona tidak menyukai rumah sakit, sepertinya dulu pernah bilang begitu,” kata Minhyuk sambil menyedot Strawberry Sparkling Tea-nya.
“Itu kan dulu. Ternyata rumah sakit tidak seburuk seperti yang aku pikirkan. Baunya tidak terlalu menyengat.”
“Hahaha, payah! Masa kakekmu dokter, kakakmu dokter, tapi kau sendiri malah takut ke rumah sakit.”
“Ya! Kau mau aku siram dengan kopi ini?” ancam Iseul seraya memegang cangkir berisi Choco Cappuchino hangat, tentu saja Iseul hanya berniat menggertak.
“Sudah lama tak berjumpa!” kata Minhyuk.
“Hmm!” Iseul hanya mengangguk setuju.
Iseul-Yonghwa dan Minhyuk-Eunjin adalah teman masa kecil. Sepuluh tahun yang lalu keluarga Yonghwa pindah ke Jepang, minus Iseul yang menetap di kediaman kakeknya. Merekapun lost contact.
Hingga hari kedua dokter Jung dimakamkan, ternyata Yonghwa dan Eunjin tidak saling menyadari kalau mereka berpapasan. Kalau saja kemudian Daehyun tidak memberi tau kalau saat itu mereka berpapasan dengan cucu laki-laki satu-satunya dokter Jung, mungkin Eunjin dan Yonghwa hingga saat ini tidak saling berhubungan dan menjalin hubungan khusus yang hanya diketahui keluarga masing-masing.
Awalnya Eunjin tidak tau kalau dokter Jung itu adalah kakek dari namja yang dia sukai.
Eunjin tidak mau mengaku kalau dia menyukai Yonghwa karena perbedaan umur yang cukup jauh, lima tahun. Tapi perasaan itu tidak mampu dia bendung lagi. Beberapa tahun tidak bertemupun, malah menambah rasa sukanya pada Yonghwa.
Kembali ke Iseul-Minhyuk.
“Kita akan menjadi saudara, noona!” seru Minhyuk girang. Dia yang paling menyetujui hubungan Yonghwa-Eunjin.
“Haha, kau masih tidak berubah. kekanak-kanakkan. Ngomong-ngomong, kau jadi masuk ke universitas tempatku belajar?”
“Mwolla! Eunjin noona menawarkanku sebuah universitas di Jepang, sedangkan eomma dan appa menyuruhku tinggal di Singapura dan kuliah di sana. Menurutmu bagaimana?”
“Mana aku tau! Kau yang kuliah kenapa tanya aku?”
“Kan aku cuma minta pendapat. Cih!”
Minhyuk mengalihkan pandangannya dan kemudian menangkap sosok Jonghyun yang sedang berlari sambil memapah Jihyeon. Spontan Minhyuk berdiri hingga kursi yang tadi dia duduki terjatuh.
“Noona... Jihyeon..” kata Minhyuk terbata-bata tanpa memandang Iseul sekalipun. Iseul mengikuti arah pandangan Minhyuk dan terlonjak kaget.
huaaa Yong yang sekarang tukang sosor .. ixixixix
ReplyDeleteeheemm tenang cuman beda 5 tahun ... [beda umur #7thn ma suami] /curhat
penasaran nih sm lanjutannya .. :)
wow jadi jonghyun ma jihyeon, yonghwa- eunjin, iseul-minhyuk nih.....gak nyangka ceritanya jonghyun mengharukan T___T lanjuuut onn
ReplyDeleteHaha lucu pas baca bagiannya yang yonghwa sama eunjin. Kkk :D
ReplyDeleteDuh, Jihyeon kasian :'(
Ayo, lanjutkan. Makin penasaran nih.
@kanti eonni: huehehehe, emang cuma sarah sama eonni doang yg bisa bikin karakter tukang sosor. tapi di sini eunjinnya lho yg lebih tua *ica bersin bersin*
ReplyDelete@sarah: wes liat aja nanti ;p
@riri: tinggal dua ff lagi. last part + epilog. udah selesai pula. tinggal diposting aja ;p
wahh ~~ yongppa tukang sosor ~~ #mupeng
ReplyDeleteahhh ~~ jihyeon jangan sekarat dulu dong ~~ aku kan pengen dia bahagia ~~
jadi eunjin itu sodara minhyuk, yah kasian minhyuk nanti gak bisa sama iseul T_T
ReplyDeleteYong oppa juga tukang sosor.... -__-..
ReplyDeletemantapp onn,,cepet dilanjutin yaa :)
*bersin-bersin* (?)
ReplyDeletejarak umur emang jauh malah sampe 6 taun XD tapi kok jadi noona --a itu minhyuk juga, kita emang saudara kandung sih /plak tapi lagi-lagi jadi noona --a
*gakmau komen bagian yg disosor-sosor* *malu*
sebulan lagi? andwae, seharusnya lebih cepat /plakplakplak
aku bener2 penasaran gimana endingnya T--T daebak eon, terbang ke part berikuuut XD