Wednesday, April 13, 2011

Muffin Of Love [chapter 3]



Author : kang hyeri (@mpebriar)

Length: chaptered

Genre: family, romance

Rating: T

Cast:
  • Lee Jonghyun CNBLUE
  • Shin Jihyeon (fiktif)
Other cast:
  • Kang Minhyuk CNBLUE
  • Lee Daehyun (fiktif)
  • Park Hanyoung (fiktif)
  • Kang Eunjin (fiktif)

Disclaimer: MY OWN PLOT


Maaf ya kalau mengecewakan. Selamat membaca dan jangan lupa komen :))




30 Januari 2001


“Dok, bagaimana keadaannya sekarang?” tanyaku pada dokter yang menangani anak itu.

“Sekarang keadaannya sudah stabil, jantungnya sudah berdetak dengan normal. Untung cepat dibawa ke rumah sakit. Kemana orang tuanya?”

“Kembali ke kantor. Apa-apaan mereka, anaknya hampir meregang nyawa masih sempat-sempatnya memikirkan pekerjaan.”

“Sudah-sudah, itu bukan urusan kita! Yang penting keadaannya sudah mulai stabil. Kau cek lagi keadaannya, lalu berikan datanya padaku. Aku tunggu di ruanganku.”

“Baik dokter Jung!”

Dokter Jung keluar dari ruangan ini. Kini hanya tinggal aku berdua dengan seorang anak berusia 7 tahun yang terbaring lemah di tempat tidur.

Kasihan kau, adik kecil. Kau harus bolak-balik ke rumah sakit seperti ini. Kau seharusnya bermain dengan teman-teman sebayamu, bukan terbaring tak berdaya di sini.

Ya Tuhan, kenapa harus dia yang mengalaminya?


***


9 Juni 2001


“Kami meminta tolong pada kalian untuk merawat anak kami,” kata wanita paruh baya itu pada dokter Jung. Aku kembali menempelkan kupingku pada pintu yang berlabelkan Dr. Jung Hwangjoo.

“Maksud kalian?”

“Saya dan istriku akan bekerja di luar negeri. Kami tidak bisa membawanya ke sana. Bisakah anak kami diizinkan tinggal di rumah sakit ini?”

“Mwo? Apa aku tidak salah dengar?”

“Jebal, dokter Jung. Kami akan membiayai semuanya.”

Cih, orang tua macam apa mereka itu? Anak seumuran dia sedang butuh-butuhnya kasih sayang dari orang tuanya. Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran mereka. Apa pekerjaan lebih penting? Aish!

Lebih baik aku pergi, aku tidak mau mendengarnya lebih lanjut.


***


23 Agustus 2004


“Kau ini ya, usiamu sudah 10 tahun tapi masih saja merengek kayak bayi. Ayo makan,” kataku sambil menyuapkan sesendok nasi padanya.

“Shiro! Aku mau makan kalau eomma yang suapi.”

“Eomma mu itu sedang bekerja.”

“Ya sudah, aku akan tunggu sampai dia pulang kerja.”

“YA! Eomma mu kan kerja di Paris, mana mungkin bisa ke sini dalam waktu singkat.”

“Mereka tidak sayang padaku ya? Sudah lama banget mereka tidak mengunjungiku. Kenapa aku tidak diajak saja ke sana?”

Anak itu menyilangkan kedua lengan tangannya. Pipinya menggembung. Haaaah! Lagi-lagi pertanyaan ini, apa harus aku jawab dengan jawaban yang seperti biasa juga?

“Sudah kubilang berapa kali. Orang tuamu itu sayang sekali padamu. Mereka bekerja demi kau. Makanya kau harus makan, biar sehat. Dan kalau sudah sehat, orang tuamu akan kemari menjemputmu segera. Ayo makan, aaaaaaaa,” aku kembali menyuapinya. Namun lagi-lagi dia menolak.

“Shiro!

“Ayo makan, atau kuadukan pada dokter Jung.”

“Jangan, eonni! Aku tidak mau disuntik oleh pak tua itu.”

PLETAK!

“Eonni jahat! Kenapa menjitakku?” katanya manja.

“Siapa yang kau maksud pak tua? Itu tidak sopan.”

“Gwenchana, Daehyun-ah!”

Kulihat dokter Jung berdiri di depan pintu lalu berjalan menghampiri kami berdua.

“Kau terlalu memanjakan Jihyeon, dokter.”

“Tuh, pak tua saja tidak protes. Bwek!” Jihyeon menjulurkan lidahnya padaku. Merong.

Kuletakkan piring yang sedari tadi kupegang di atas meja. Kemudian kucubit pelan kedua pipi putih milik Jihyeon. Bukannya mengaduh tapi Jihyeon malah mencubit kedua pipiku juga.

“Hahaha, kalian lucu sekali. Oh ya, aku akan memperkenalkan 2 orang calon suster yang akan magang di rumah sakit ini. Masuklah!”

Kami melepaskan cubitan kami dan memandang ke arah pintu. Dua orang yeoja berpakaian seragam suster muncul.

“Annyeonghaseyo, naneun Kang Eunjin imnida.”

“Naneun Park Hanyoung imnida.”

Mereka berdua bungkuk ke arah kami.

“Nah, Daehyun-ah, kau ku angkat sebagai mentor mereka. Ajari mereka agar bisa menjadi suster yang baik.”

“Ne, arasso.”


***


16 September 2005


“Hanyoung eonni, Eunjin eonni. Aku pikir kalian tidak akan kemari lagi. Bogoshippoyo!” Kulihat Jihyeon menghampiri lalu memeluk Hanyoung dan Eunjin yang tiba-tiba masuk ke kamar.

“Nado, adik kecil,” sambut Eunjin.

“Akhirnya kalian lulus juga, chukhae. Tidak sia-sia kalian magang di sini setahun.”

“Gomawo, eonni,” sahut Hanyoung.

“Hanyoung eonni dan Eunjin eonni tidak akan ke mana-mana lagi kan?”

Hanyoung berjongkok, kedua tangannya merengkuh bahu Jihyeon.

“Tidak akan, adik kecil! Kami sudah memutuskan untuk kerja di sini.”

“Jeongmal? Aku sangat senang. Aku tidak akan kesepian lagi deh kalau Daehyun eonni atau pak tua sedang bertugas.”

Jihyeon memeluk erat tubuh Hanyoung.

“Eunjin-ah, aku dengar kau direkomendasikan ke rumah sakit internasional itu karena nilaimu yang nyaris sempurna. Kenapa malah memilih rumah sakit ini?”

“Aku sudah terlanjur sayang sama Jihyeon, aku mau merawatnya.”

“Kau sayang padaku, eonni? Jeongmal?” tanya Jihyeon yang hampir menangis.

Kini Eunjin juga ikut berjongkok.

“Kami berdua sangat sayang padamu. Makanya, kau harus sehat terus ya.”

Kini Jihyeon memeluk kedua suster baru itu. Aku sungguh terharu.


****


30 Desember 2005


“Daehyun eonni, Eunjin, dia kolaps lagi? Aku mendengarnya dari suster Minji kalau pasien di kamar 201 kolaps, aku terkejut begitu tau kalau itu kamar Jihyeon. Bagaimana kabarnya?”

“Sekarang sudah membaik. Dia hanya shock mendengar kabar kalau dokter Jung meninggal,” terang Eunjin.

Kasihan Jihyeon, orang yang sudah dia anggap sebagai kakeknya sendiri kini sudah tiada. Tewas karena kecelakaan beruntun yang terjadi kemarin. Aku tau Jihyeon sangat menyayanginya, sosok pak tua yang selalu memanjakan Jihyeon.

Kini siapa lagi yang akan dia panggil pak tua?

“Ng....,” suara Jinhyeon mengerang. Kami semua menghampirinya. Jihyeon tampak ingin bangkit dari tempat tidurnya.

“Jihyeon-ah, jangan bangun dulu. Kau masih lemah.”

“Eonni, pak tua ke mana?”

Tidak ada satupun dari kami mengeluarkan suara. Lidahku kelu untuk menjawabnya.

“Pak tua benar-benar pergi ya?”

Jihyeon menundukkan wajahnya. Isakannya terdengar jelas.

Hanyoung menghampiri Jihyeon. Dia duduk di sisi tempat tidur, lalu mengelus rambut pendek Jihyeon.

“Kita memang tidak akan pernah bisa bertemu dokter Jung lagi, tapi...,” Hanyoung mengetuk pelan dada Jihyeon dengan jari telunjuknya, “ Dia masih ada di sini.”

“Eonni, hiks, Tuhan tidak adil.”

“Adik kecil, bukannya Tuhan tidak adil, tapi memang itu sudah takdir. Semua orang pasti akan kembali pada-Nya. Hanya caranya yang berbeda-beda,” jelas Eunjin.

“Termasuk aku yang akan mati karena penyakitku?”

Pertanyaan Jihyeon sontak membuatku, Eunjin dan Hanyoung terkejut. Rasanya sedih kalau Jihyeon yang berkata begitu.


***


31 Desember 2005


Kemarin kami berjanji akan mengajak Jihyeon ke pemakaman dokter Jung bila dia sudah membaik. Faktanya keadaannya memang sudah membaik. Kami tidak mungkin berbohong, bilang padanya kalau dia belum sehat betul.

Kami bertiga meminta izin pada kepala rumah sakit untuk tidak bertugas hari ini. Kami memberitahu alasan yang sebenarnya dan untungnya beliau maklum. Diizinkanlah kami untuk off hari ini.

Hanyoung melajukan mobil miliknya dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Jalanan sungguh lengang hari ini. Mungkin karena orang-orang sibuk bekerja.

Jihyeon yang duduk di samping jendela hanya menatap bisu objek-objek di pinggir jalan. Pikirannya pasti sedang menerawang. Matanya bengkak, seharian kemarin dia menangis. Untung saja dia sudah mulai bisa mengendalikan emosinya sehingga kumatnya tidak terlalu parah.

Satu jam kemudian kami sampai di tempat peristirahatan terakhir dokter Jung. Jihyeon hanya terpaku memandangi nisan hitam berukir itu. Air matanya mulai menetes. Dia kembali menangis. Hanya isakan Jihyeon yang terdengar.

“Pak tua jahat. Kenapa pergi meninggalkanku?”

Kami hanya terdiam. Biar Jihyeon meluapkan emosi yang dia pendam sejak kemarin. Semoga dia tidak ambruk lagi.

“Apa kau tau pak tua? Aku baru saja punya niatan untuk memanggilmu kakek.”

Miris sekali melihat keadaan Jihyeon saat ini. Kulihat kedua hoobae ku, diam-diam mereka ikut menangis.

“Kakek, saranghae!”

Jihyeon merasa lelah. Kami memintanya untuk pulang dan dia tidak menolak.

Pemakaman sungguh sepi. Hanya ada seorang namja muda berumuran sekitar 15 tahun yang tadi berpapasan dengan kami saat kami berjalan menuju tempat Hanyoung memarkir mobilnya.

Apa aku pernah melihat anak itu?


***


19 Januri 2009


Mulai hari ini dan seterusnya selama setahun ke depan, Jihyeon ku menginjak usia 15 tahun. Kami –aku, Eunjin, dan Hanyoung- akan membuat kejutan. Karena Jihyeon sudah menginjak dewasa, kami akan memberikan sesuatu yang privasi untuknya. Sebuah kamar baru.

Kamar Jihyeon akan dipindahkan ke kamar di lantai 8, lebih tinggi satu lantai dengan kamarnya sebelumnya. Sama-sama kamar VIP, hanya saja ini lebih privasi.

Beberapa suster dan pekerja bahu-membahu mendekor kamar inap itu menjadi sebuah kamar layaknya kamar tidur. Pintu yang tadinya ada celah kaca diganti dengan pintu tanpa celah kaca sehingga orang-orang dari luar tidak bisa mengintip. Pokoknya benar-benar berubah total menjadi kamar tidur idaman remaja-remaja perempuan.

Sebenarnya ini permintaan orang tua Jihyeon, sebagai permintaan maaf karena tidak mengunjungi Jihyeon selama 4 tahun ini. Sibuk dengan anak mereka yang pertama, pekerjaan mereka.


****


4 April 2009


“Oppa, aku lagi malas mikir, ah!”

“Gimana mau pintar kalau belajar saja malas?”

“Aku bosan belajar di sini.”

“Lalu mau di mana? Di taman depan?”

“Ah, sama saja. Aku ingin sekolah.”

“Kau ini, kebanyakan yang lain tidak ingin sekolah, tapi kau malah sebaliknya.”

“Aku kan belum pernah merasakannya, oppa. Punya banyak teman, menyontek pr teman, dan blablablabla.”

“Noona-noona itu mana mungkin mengizinkan. Hmm, bagaimana kalau sekali-sekali kita belajar di kafe? Mau?”

“Yah, bukannya belajar malah makan-makan. Kau sama saja kayak noona-mu, doyan makan.”

“Ck! Ya sudah, kita akhiri saja pertemuan kali ini. Lagi pula aku mau les. Oh ya, dua minggu besok aku tidak bisa mengajar untuk sementara. Yah, kau tau kan sebentar lagi ujian kelulusan.”

“Arasso! Fighting, oppa! Kau itu jenius, pasti bisa melewatinya.”

“Semua orang mah juga bisa melewatinya. Hasilnya itu yang aku takutkan.”

“Kau itu mewarisi otak Eunjin eonni. Pasti hasilnya bagus.”

“Aku harap begitu. Kalau ketemu noona, tolong bilang padanya kalau aku mau menginap di rumah teman, jangan tunggu aku pulang.”

“Teman apa teman?”

“Kau ini ya, rasakan ini.”

Terdengar suara gelak tawa dari Jihyeon.

“Oppa, geli, geli. Sudah, sudah!”

“Hahaha, jangan macam-macam dengan Kang Minhyuk makanya.”

“Ampun, ampun.”

“Kalau begitu aku pergi dulu ya. Kalau ada yang ingin ditanyakan mengenai pelajaran atau... ehem kau rindu padaku, kau bisa hubungi aku.”

“Oke, bos! MWO? Rindu?”

Suara tawa Minhyuk terdengar makin jelas.

KLEK! Pintu terbuka.

“Daehyun noona, ngapain di sini?”

“Hah? Aku... ingin mengecek keadaan Jihyeon.”

Nyaris saja ketahuan.


***


25 Juni 2010


Jam digital biru yang terletak tepat di atas meja samping meja tidur Jihyeon sudah menunjukkan angka 5. Ke mana anak itu? Sudah menjelang malam begini belum kembali juga. Lebih baik aku ke danau sekarang. Di mana lagi dia selain di tempat itu.

Sebaiknya aku tidak memberitahu Eunjin dan Hanyoung, takut konsentrasi mereka buyar. Saat ini mereka berdua menjadi asisten dokter Kim, menangani operasi seorang pasien yang mengalami kecelakaan hebat tadi siang. Semoga operasi lancar.

“Raena, kalau Jihyeon sudah kembali tolong hubungi aku ya.”

“Ye, sunbae!”

Baru saja aku melangkah selangkah dari pintu utama, seorang namja menarik paksa tanganku.

“YA! Apa-apaan kau?”

“Suster, tolong aku! Aku menemukan seseorang pingsan tadi. Wajahnya sangat pucat.”

Akupun membiarkan tangannya menggiringku ke arah mobilnya. Dia mengeluarkan sesosok yeoja yang sangat kukenali.

“JIHYEON-AH!”

ASTAGA!!!!

“KALIAN!! Cepat bantu!” teriakku pada suster-suster yang ada di dekat kami. Dibawalah sebuah tempat tidur dorong *apaan namanya ya? yah begitulah pokoknya*, namja itu meletakkan Jihyeon di sana. Kami para suster segera mendorongnya menuju ruang ICU.




Syukurlah Jihyeon tidak apa-apa. Jantungnya berdetak tidak stabil. Ini yang sangat aku takutkan. Keadaan ini bisa muncul kapan saja. *di ff ini author yg berkuasa, bikin penyakit sesuka hati*

Saat aku keluar dari ruang ICU, mataku menangkap sosok namja yang berjalan mondar-mandir, namja yang menolong Jihyeon tadi. Kemudian dia berjalan menghampiriku begitu dia melihatku.

“Sus, keadaannya bagaimana?”

“Loh, kenapa kau masih di sini? Kau kenal dengannya?”

“Aniyo, tadi begitu aku lewat, aku melihat dia pingsan. Keadaannya baik-baik saja kan? Dari tadi yeoja itu memegang dadanya terus, sampai di sini dia pingsan.”

“Dia baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir.”

“Syukurlah,” kulihat namja itu mengelus-elus dadanya sendiri.

Aku menundukkan badanku 90˚ pada namja itu. “Aku sangat berterima kasih padamu telah menolongnya. Kalau tidak ada kau, aku tidak tau bagaimana keadaannya nanti.”

“Tidak apa-apa, sus. Sesama manusia kan memang harus saling tolong menolong, hehe.”

“Sebaiknya kau pulang, kau pasti lelah menunggu hampir 2 jam. Hmm keluarganya akan menjemputnya.” Aku tidak mungkin bilang pada namja asing ini kalau Jihyeon tinggal di sini.

“Baiklah, sampaikan salamku untuknya. Semoga cepat sembuh.”

Aku hanya tersenyum padanya. Dan kini sosoknya telah lenyap dari pandanganku.

“Eonni...” kudengar suara Hanyoung memanggilku.

“Jihyeon tidak apa-apa kan? Jeongmal mianhae, jalanan macet banget. Jihyeon baik-baik saja kan?” tanya Eunjin padaku, nafasnya masih tidak beraturan.

“Keadaannya baik-baik saja, aku juga tidak tau kenapa keadaannya bisa begitu.”

Kemudian kami hanya terdiam. Sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Tiba-tiba saja aku teringat dengan kata-kata dokter Jung beberapa tahun lalu.

“Daehyun eonni, apa waktunya sudah dekat ya?”

Ternyata Hanyoung berpikiran sama denganku.


****


13 April 2011


Ini untuk kedua kalinya aku melihat namja itu berjalan mondar-mandir di depan ruang ICU. Untuk kedua kalinya juga dia menolong Jihyeon ku.


-TBC-


6 comments:

  1. di ff ini author yg berkuasa, bikin penyakit sesuka hati <--- ini bikin eon senyam senyum
    tempat tidur dorong kalo gak salah namanya dragbar

    namja itu ... JONGHYUN pasti ... #plak sok tau dah :)

    ReplyDelete
  2. Aduh, deg-degan bgt bacanya dan pastinya makin penasaran.

    Ditunggu kelanjutannya :)

    ReplyDelete
  3. jadi rumahnya jihyeon itu rumah sakit? :O
    ya ampun emak bapaknya kok gak pulang2 sih? kelewatan /plak

    eonni, aku penasaran ;_; endingnya bakal begimana ini? firasatku bakal meninggal T-T *soktau nya umat deh

    ReplyDelete
  4. jonghyun kah....???
    trus dae hyun ada apa nih ma minhyuk..???
    lanjuuut ya

    ReplyDelete
  5. waah tiu yg dipemakaman siapa ? minhyuk atau jong ? laanjut eonnie

    ReplyDelete
  6. makasih semuanya udah baca :))

    @ica: meninggal ga ya? aku aja blm ada bayangan ;p

    @sarah: daehyun sama minhyuk ga ada apa apa kok. daehyun lg nguping obrolannya minhyuk sama jihyeon, eh kepergok

    @hanin: siapa ya????

    ReplyDelete

Cara komen (bagi yang kurang jelas):

1. Ketik komen kalian di kotak komentar.

2. Di samping 'Berikan komentar sebagai', klik Google (bagi yang menggunakan Blogspot) atau LiveJournal/Wordpress/AIM/TypePad/OpenID (bila kalian mempunyai akun disana)

3. Atau bagi yang tidak punya akun sama sekali / tidak mau ribet, klik NAME/URL (kosongkan URL bila tidak mau ditampilkan)

4. Klik 'Poskan komentar'