Sunday, April 10, 2011

Muffin Of Love [chapter 2]



Author: kang hyeri (@mpebriar)

length: chaptered

Genre: romance, family

Rating: T

Cast:
  • Shin Jihyeon (fiktif)
  • a boy
Other Cast:
  • Lee Daehyun (fiktif)
  • Park Hanyoung (fiktif)
  • Kang Eunjin (fiktif)
Disclaimer: MY OWN PLOT

Note: chapter 1


Someone pov

Yeoja itu tidak datang. Padahal aku ke sini khusus untuk memberikannya kue spesial buatanku. Giliran aku niat ingin berkenalan, dia malah tidak datang. Ck!

Lebih baik aku kembali saja.

“Ya!” sapa seseorang yang kukenal, Kang ahjumma.

“Ahjumma? Sedang apa di sini?”

“Aku sedang menunggu seseorang yang datang dari Gangnam. Bisa belikan aku muffin? Yang seperti biasa,” ahjumma memberikan aku beberapa lembar uang.

Lah? Kenapa tidak beli pas orang yang dia tunggu itu sudah datang? Ah tak apalah.

“Baiklah! Tunggu di sini ya,” kataku sambil tersenyum.

“Gamsahamnida.”

Akupun berlari kecil ke toko muffin yang memang tiap hari kudatangi.

KLING KLING! Lonceng berbunyi begitu aku membuka pintu. Ku ambil baki dan pencapit dan mengambil beberapa muffin yang biasa dia beli. Kemudian aku ikut mengantre di belakang seorang yeoja yang sedang membayar pesanannya di kasir.

Lima menit. Ini sudah terlalu lama. AISH! Yeoja ini sedang ngobrol ternyata.

“Hey, non, bisa tidak ngobrolnya diteruskan nanti?” kataku ketus.

Yaeoja itu berbalik, “Mianhamnida!”

Ya Tuhan! Aku tidak salah lihat?


***


Yeoja kemaren, yeoja yang selalu memenuhi pikiranku. Ini pertama kalinya aku dekat dengannya. Tidak menyangka bisa bertemu dengannya disaat... AIGOO! Kemarin aku ketus sekali padanya. Aish! Kesan pertama yang buruk.

“Kau melamun lagi, kan. Mikirin yeoja itu?”

“Eomma, mengagetkanku saja. Mwolla, dipikiranku selalu muncul wajahnya.”

“Aih, anakku jatuh cinta rupanya. Dewi fortuna sedang memihakmu sekarang, nak!”

“Maksudnya?”

Eomma hanya tersenyum. Senyuman penuh arti.

“JINJJA????? Omo.. Oke, aku buat sekarang,” kataku lalu memeluk eomma singkat, kemudian memulai aktivitas yang biasa aku lakukan, hanya saja ini spesial.

Setengah jam berlalu, muffin spesialku telah selesai. Semoga dia suka.



Sudah siap di antar ke mejanya. Tiba-tiba jantungku berdetak dengan cepat. aigoo, dugeun-dugeun seperti biasa. Ayo, semangat!

Aku bisa melihat eomma sedang ngobrol dengan yeoja itu. Ya Tuhan, nomu yeppoda. Dengan rasa gugup aku menghampiri mereka. Kuletakkan muffin itu tepat di depannya. Ini kedua kalinya aku bisa berdekatan dengannya

“Ini anak ahjumma?”

“Betul!”

“Kau kan...”

“Ah, sudah jam 10, sebaiknya aku membuka toko sekarang. Kalian ngobrol saja dulu.”

Eomma meninggalkan kami berdua. Aigoo, kenapa pergi???

“Kau? Sampai kapan mau berdiri?” tanyanya membuyarkan lamunanku. Ini pertama kalinya dia bicara padaku. ah tidak, dua kali setelah kejadian kemarin.

Akupun duduk di tempat eomma duduk tadi.

“Ini muffin buatanmu?”

“Hah? Ah, ye! Hmm jangan panggil aku ‘kau’, aku punya nama.”

Dia tertawa renyah. Senyumnya membuatku meleleh.

“Haha, mianhamnida. Naneun, Shin Jihyeon imnida.”

Tanpa kau beritahupun aku sudah tahu. Namanya memang cantik, secantik orangnya.

“Ya! kau melamun lagi. Siapa namamu?”

“Hehe, mianhamnida, Jihyeon-ssi. Naneun Lee Jonghyun imnida.”

“Nama yang bagus, setampan orangnya.” Tiba-tiba dia membungkam mulutnya sendiri. Kulihat pipinya memerah.

“Hehe, gamsahamnida. Hmm untuk yang kemarin, mianhmanida, Jihyeon-ssi, aku bicara ketus padamu.”

“Gwenchana, aku memang salah. Aku juga pasti kesal kalau aku ada di posisimu saat itu.”

Kami berdua sama-sama tertawa. Dia sangat cantik kalau sedang tertawa. Tidak hanya cantik, dia juga manis.

“Aku kira anak ahjumma itu seorang wanita.”

“Haha, kau orang kesekian yang mengira begitu. Aku memang namja aneh. Di saat namja-namja lain senang bermain basket, aku malah senang membuat muffin.”

“Tidak aneh kok. Apa salahnya kalau namja sepertimu suka membuat kue. Kau keren..”

Jihyeon orang yang baik.

“Gamsahamnida, Jihyeon-ssi.”

“Aigoo, jangan terlalu formal, Jonghyun-ah. Eh, ngomong-ngomong umurmu berapa?”

“Aku saat ini sedang kuliah tingkat satu. Dan kau?”

“Aku 17 tahun, oppa...”

Omo... Dia memanggilku oppa? Aku tidak salah dengar kan?

KLING KLING! Bunyi lonceng terus berbunyi. Dalam waktu 15 menit toko sudah dipenuhi pengunjung.

“Semua muffin itu kau yang membuat sendiri, oppa?”

“Iya, eh, tidak. Eomma juga ikut membantuku. Tapi yah... kebanyakan aku yang mengerjakan.”

“Omo... Kau hebat, oppa. Lain kali ajari aku ya.”

Akupun mengangguk. Tentu saja boleh, sangat boleh. Kalau mau sekarang juga silahkan, aku sangat tidak keberatan.

Akhirnya aku bisa ngobrol juga dengan yeoja ini. Yeoja yang sering ku lihat duduk di pinggir danau. Yeoja yang sangat ingin kutegur selama ini. Eomma, aku mencintaimu.

“Jihyeon-ssi, maksudku, Jihyeon-ah, kau suka muffin ya? kemarin kau baru saja ke sini kan?”

“Sebenarnya kemarin aku kemari karena aku tertarik dengan toko ini, serba warna-warni. Aku suka. Awalnya aku tidak paham mengapa ahjumma berpendapat kalau aku akan menjadi pelanggan setia. Tapi sekarang aku mengerti. Kue buatanmu sangat enak.”

Dipuji begitu, aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tidak gatal, “Hehehe, gomawoyo, Jihyeon-ah. Aku sangat senang sekali kalau ada orang yang menyukai kue buatanku.”

“Kau hanya membuat muffin? Di toko ini hanya ada jenis kue itu.”

“Ah, ye! Sebenarnya aku bisa membuat kue lain, tapi aku terlalu fokus pada muffin.”

“Wae?”

“Aku senang sekali menghias. Memberi garnish di atas muffin yang masih hangat. Ya sepertimu, aku suka warna-warni.”

“Jinjja? Aku rasa kita bisa menjadi teman yang baik.”

Dia ingin menjadi temanku? Awal yang bagus. Semua butuh tahap, Jonghyun. Kau harus bersabar bila ingin memilikinya.

KLING KLING!

“Jihyeon-ah!” seorang yeoja berumur sekitar 25 tahun memanggil Jihyeon. Lalu dia menghampiri kami.

“Eonni, sudah selesai belanjanya?” tanya Jihyeon.

“Sebenarnya sih belum, tapi ini sudah jam 11. Kau harus segera kembali, aku tidak mau Daehyun eonni marah-marah padaku.”

“Ah, ye!”

Mau pulang? Aigoo, cepat sekali. Tidak terasa kami mengobrol hampir satu jam. Rasanya baru 5 menit.

“Jonghyun-ah, kenalkan ini eonni ku.”

Aku pun berkenalan dengan orang yang Jihyeon panggil eonni itu. Tampaknya dia bukan kakaknya Jihyeon. Ah, apa peduliku.

“Jonghyun-ssi, maaf ya aku harus membawa adikku pulang.”

“Tidak apa-apa.” Kataku berusaha tersenyum. Hatiku ingin dia tetap tinggal di sini.

Mereka berdua pamit padaku lalu menuju kasir untuk pamit pada eomma.

KLING KLING!

Mereka sudah pergi. Hidupku kembali hampa. Haha...

“Kau tidak salah menyukai orang. Hatinya secantik wajahnya. Hanya saja...”

“Tidak apa-apa, eomma. Aku bisa menerima itu.”


***


“Jonghyun, tunggu...”

AISH! MAU APA LAGI YEOJA INI!!!!!!

“Jonghyun, ayo bicara sebentar.”

Dengan terpaksa aku menghentikan langkahku. Aku harus meluruskan masalah ini.

“Kau mau bicara apa, hah?”

“Kenapa sih kau selalu dingin padaku? Kau ini kan sekarang pacarku.”

“Sudah kubilang aku bukan pacarmu. Kau ini tuli, hah?” kataku geram.

Aku kembali berjalan, meninggalkan yeoja itu.

“Tapi waktu aku menembakmu, kau tidak bilang tidak.”

AISH! Dengan terpaksa aku memutar jalan, menuju ke arahnya.

“Dengar! Aku tidak bilang tidak, bukan berarti jawabannya iya. Aku bahkan tidak mengatakan sepatah katapun waktu itu.”

“Waeyo? Apa aku jelek? Apa... oh, ara! Kau menyukai yeoja itu kan?”

“Kalau iya kenapa? Dan kuperingatkan sekali lagi, jangan lagi-lagi mengikutiku seperti waktu itu!”

Aku kembali meninggalkannya. Lama-lama dengannya aku bisa emosi.

Dari kejauhan aku bisa mendengar teriakannya.

“Kalau aku tidak bisa mendapatkanmu, jangan harap yeoja itu bisa memilikimu!”

Cih, apa-apaan itu? Dia kira aku barang? Aku benci yeoja itu.

Dia Jung Isuel, teman sekelasku. Berawal dari tugas kelompok untuk duet bermain gitar. Saat diundi, aku berpasangan dengannya. Awalnya aku biasa saja, tapi baru belakangan ketahuan kalau ternyata dia yeoja agresif. Dia tidak segan memperlihatkan rasa sukanya padaku. Yah, sebelumnya sih teman-temanku bilang kalau Iseul menyukaiku. Katanya mereka sering melihat yeoja itu sedang menatapku. Apa peduliku? Mereka pikir aku senang?

Sebaiknya aku pulang, tidak, ke toko. Aku ingin membuat muffin.

Ingat muffin, Jihyeon apa kabar ya? Sudah 3 hari ini aku tidak menemuinya. Aku pikir dia akan ke toko. Yah, tapi aku maklum sih.

Aku punya firasat kalau Jihyeon nanti akan ke danau. Sekarang hampir jam 12 siang. Sebaiknya aku cepat-cepat ke toko, membuat muffin spesial untuknya.

Jonghyun, kau benar-benar sedang jatuh cinta.


Jihyeon pov


“Eonni... aku mau ke danau. Temani aku.”

Aku sibuk Jihyeon-ah, coba minta temani Eunjin.

...

“Eunjin eonni, aku mau ke danau, bisa....”

Jangan minta tolong denganku. Aku lagi sibuk. Minta tolong sama Hanyoung eonni atau Daehyun eonni.”

...

“Daehyun eonni, aku mau ke danau. Kau bisa temani aku tidak?”

Mianhae, aku sibuk banget. Minta temani sa...”

TUUT TUUT!

AISH! Kalau begitu aku ke danau sendiri saja.

Seperti biasa, aku duduk dihamparan rumput hijau di pinggir danau. Aku sangat suka tempat ini. Selain indah, tempatnya juga sepi.

Kalau bosan, aku biasa ke sini, lagi pula tempatnya tidak jauh dari ‘kandangku’. Bagaimana tidak bosan, setiap hari dikurung begitu, dikelilingi oleh orang-orang yang sangat protektif. Tapi bagaimanapun mereka hanya tidak mau sesuatu yang buruk menimpaku.

DEG!

Tiba-tiba saja detak jantungku berdetak dengan cepat.

“Annyeong, nona!”

Aku menoleh ke belakang.

“Oppa? Kau ngapain di sini?”

“Justru aku yang bertanya, sedang apa kau di sini?”

“Biasanya kalau bosan aku kemari. Tapi aku bosan hampir setiap hari, hehe.”

Jonghyun pov

“Justru aku yang bertanya, sedang apa kau di sini?”

Aku sengaja bertanya begitu. Dia tidak tau saja kalau aku sering mengamatinya dari jauh.

“Biasanya kalau bosan aku kemari. Tapi hampir setiap hari aku bosan, hehe.”

Akupun duduk di sampingnya, mengambil kerikil-kerikil dan melemparnya ke permukaan air. “Ne, aku paham itu.”

“Paham? Maksudnya?”

Aku keceplosan.

“Jihyeon-ah, ini aku bawa muffin.” Aku buru-buru membuka bungkusan kotak yang berisi muffin yang tadi kubuat. “Silahkan dimakan, mumpung masih hangat.”



“Wah, kyeopta. Gomawo, oppa.. aku makan ya.”

“Silahkan!”

Jihyeon memakan muffin spesial buatanku. Cara makannya seperti anak kecil, kekeke. Creamnya ada yang tertempel di hidungnya. Tanganku rasanya ingin menghapusnya, tapi Jihyeon ternyata menyadarinya. Dia menghapus sendiri cream itu.

“Oppa, kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Sedang apa kau di sini?”

“Aku? Aku baru saja pulang kuliah.”

Tiba-tiba saja Jihyeon menyipitkan matanya.

“Jinjja? Bukan dari toko? Muffin ini masih hangat lho, oppa, seperti baru dibuat.”

Ada apa denganku hari ini??????

“Hehehe, ketahuan ya. Tadi sepulang kuliah aku ke toko, seperti biasa membuat muffin. Kemudian aku ke rumah temanku, tadinya muffin itu untuknya. Ternyata rumahnya kosong. Pulang lewat sini, aku melihatmu. Dan tadaaaa, aku di sini sekarang.” Kalau dia masih curiga dengan alasan karanganku ini, aku akan segera keluar dari teater kampus.

“Hahaha, kau sama cerewetnya dengan ahjumma, haha.”

“Hah? Mianhae, Jihyeon-ah.”

“Aniyo, aku suka kok. Pertahankan itu, oppa.”

Dia bilang suka? Rasanya aku ingin melayang.

“Apa teman yang kau maksud itu yeojachi...”

“BUKAN!”

Dia tampak kaget barusan. Paboya!

“Oh, aku kira dia yeojachingumu.”

“A...aku belum punya pacar.”

Oke, pernyataanku barusan pasti ketara sekali kalau aku ingin dia tahu bahwa aku masih single.

Jihyeon pov

“Oh, aku kira dia yeojachingumu.”

Padahal aku belum belum selesai bertanya, tapi dia mengerti ke mana arahnya pertanyaanku. Aku agak terkejut sih tadi.

“A...aku belum punya pacar.”

Entah kenapa, senyumku tiba-tiba mengembang.

“Kenapa senyum-senyum sendiri?”

“Mwolla.”

“Apa karena sudah tahu kalau aku belum punya pacar?”

“M...mwo?”

“Haha, kau lucu sekali. Aku cuma bercanda kok,” kata oppa sambil mengacak-acak rambutku.

Detak jantungku berdetak dengan cepat, tapi bukan seperti yang biasanya. Wajahku memerah tidak ya?

“Jihyeon-ah, aku pulang dulu ya, aku sudah janji pada eomma akan menemaninya ke pesta ulang tahun temannya.”

Yah, kok pulang? Jangan pulang dulu, oppa.

“Halo?” oppa mengibas-kibaskan tangannya tepat di depan wajahku. Lamunanku buyar.

“Gwenchanayo, Jihyeon-ah? Kau tidak pulang? Aku antar, yuk.”

Kalau dia mengantarku, dia akan mengetahui tempat tinggalku. Tidak boleh.

“Gomawo, oppa. Tapi aku masih mau di sini. Pulang lah, eomma mu pasti sedang menunggu.”

“Baiklah! Kalau ada apa-apa hubungi aku saja ya. Ah, iya, aku lupa.”

Oppa tiba-tiba meraih ponsel yang kuletakkan tepat di sampingku. Memijit cepat keypad-keypadnya.

“Nomerku sudah kusimpan di kontak ponselmu. Annyeong, Jinhyeon.”

Aku hanya melambai-lambaikan tanganku. Kulihat oppa memasuki mazda 2 putih, kemudian melaju hingga mataku tak menangkap lagi sosok mobilnya.

Aku meraih ponselku, tapi aku tidak menemukan nama Jonghyun. Terus kucari hingga kutemukan sebuah nama kontak unik. Muffin.

“Kekeke, kau lucu sekali, oppa.”

Buru-buru kuketik pesan singkat untuknya.

Gomawo untuk muffin nya, Jonghyun oppa J

Terkirim!

“Kau anggap Jonghyun lucu? Hah, menjijikkan!”

Aku mencari sumber suara tersebut, kudapati seorang yeoja cantik sedang menatapku.

“Kau bilang apa tadi?”

“Men-ji-jik-kan!”

“Apa maksudmu?”

Dia berjalan mendekatiku. Rupanya cantik, tapi ekspresinya tak secantik wajahnya. Apa dia merendahkanku?

“Bisa-bisanya kau dia tertawa bersamamu. Denganku? Dia dingin sekali!”

Dia menatapku dari atas sampai bawah.

“Kau bahkan tidak lebih cantik dariku. Apa yang Jonghyun suka darimu?”

“Kau ini siapa?”

“Aku nyaris saja bisa menjadi yeojachingunya, tapi karena ada kau semua tidak berjalan sesuai harapanku.”

DEG!

Apa-apaan yeoja ini? Aku bahkan tidak mengerti inti masalahnya.

“Lalu maumu apa, eonni?”

“Kau, anak kecil! Jauhi Jonghyun!”

DEG!

“Kau bukan siapa-siapaku, kau tidak berhak melarangku untuk dekat dengan siapapun.”

“Kau berani melawanku? Kau akan menyesal berurusan denganku.”

DEG!

Nafasku mulai memburu.

“Aku tidak takut! Pantas saja Jonghyun oppa dingin padamu. Kau itu egois!”

PLAK!

Sebuah tamparan mendarat di pipi kananku. Akupun jatuh tersungkur.

DEG!

DEG!

DEG!

Nafasku mulai tidak beraturan. Tuhan, jangan sekarang. Jebal...

“Heh, anak kecil. Bangun!” bentaknya.

Badanku lemas. Kepalaku pusing sekali. Pandanganku mengabur. Nafasku mulai sesak. Aku sudah tidak kuat. Dadaku sakit sekali.

“Kau... kau menamparku?” aku bisa mendengar suara yeoja itu walaupun sayup-sayup.

“Jihyeon, gwenchana? Bertahanlah!”

Aku bisa merasakan tubuhku terangkat, si pemilik suara berat tadi menggendongku. Ingin sekali mengetahui siapa dia, tapi kini hanya kegelapan yang bisa kupandangi.


-TBC-


8 comments:

  1. Wah, makin bikin penasaran nih ff nya..

    Ayo dilanjutin :)

    ReplyDelete
  2. akhirnya ada jonghyun lagi
    bagus eon,,, d^^b
    waiting next part ....

    ReplyDelete
  3. @riri: kkkk lagi ongoing kok, mau selesai :)

    @fitri: hehe jonghyun biased ftw

    ReplyDelete
  4. ow ow ternyata si dia itu jonghyun toh.....
    ayo pat selanjutnya. BTW onn muffinnya menggoda deh heheheheh

    ReplyDelete
  5. ini lagi mau selesai yg part 3. kalo begitu aku cari foto muffin yg makin menggoda

    ReplyDelete
  6. hoaa banyak yang bikin penasaran eon Dx
    jihyeon nya sakit ya?

    aaa lanjut eon~ :D

    ReplyDelete
  7. aaiiisshh

    pertama .. gara2 lihat gambar muffin ini jadi pingin bisa bikin sendiri .. hasilnya #bantat arrgghh

    kedua .. hikkss mazda 2 putihnya ... #teriak .. suamiiiiii beliin dwoonngg /plak nunggu bonus 10 tahun ya cint :P

    ketiga .. waduh Jihyeon jantungan nih kayaknya #readers sok tau

    keempat .. sini JongHyun sama eon aja #plak ditampol boice

    kelima .. mian terlalu cerewet komentnya

    ReplyDelete

Cara komen (bagi yang kurang jelas):

1. Ketik komen kalian di kotak komentar.

2. Di samping 'Berikan komentar sebagai', klik Google (bagi yang menggunakan Blogspot) atau LiveJournal/Wordpress/AIM/TypePad/OpenID (bila kalian mempunyai akun disana)

3. Atau bagi yang tidak punya akun sama sekali / tidak mau ribet, klik NAME/URL (kosongkan URL bila tidak mau ditampilkan)

4. Klik 'Poskan komentar'