Saturday, April 2, 2011

St. Valentine's Bodyguard [part 3: Revealed]

Author: kang hyeri (@mpebriar)

Length: 4011 words

Rating: T

Cast:
  • Park Hanyoung (readers, khususnya admin sarah)
  • Kang Minhyuk CNBLUE
  • Lee Jungshin CNBLUE
  • 1 tokoh yang masih rahasia
Other cast:
  • Park Hansuk (fiktif)
  • Songri & Yoonja (fiktif)
Disclaimer: kalo part 1 dan 2 dari komik, yang ini asli pemikiran author sendiri. soalnya dikomik sendiri ga dijelasin siapa itu Minhyuk. makanya author ngarang sendiri. Tokoh-tokohnya masih sama kok tapi.

Note: part 1  part 2

Maaf ya kalo kepanjangan ;p Rekor baruku, >4000 kata. Maaf juga kalo mengecewakan, bikinnya buru-buru ;p Selamat membaca dan jangan lupa komen..


Revealed


Hanyoung pov

Huaaaaaah, akhirnya sesi pemotretan sudah selesai. Sesi terpanjang yang pernah aku jalani.

“Ahjussi, mana Minhyuk?” tanyaku.

Ahjussi itu hanya diam tersenyum sambil menunjuk ke ruang tunggu.

“Gamsahamnida!”

Saat aku mau masuk ke ruang tersebut, tiba-tiba saja aku mengurungkan niatku. Minhyuk sedang berbicara dengan seseorang yang sepertinya melalui ponselnya. Dari balik pintu aku menguping.

“Target belum muncul... Aku sudah membaca berkas-berkas itu... Ne... Aku akan terus memantau... Segera aku selesaikan bos.”

Target? Berkas-berkas? Memantau? Bos? Apa itu maksudnya?

“Lho? Hanyoung? Kau udah selesai foto-fotonya?” tanya Minhyuk begitu dia membuka pintu. Tatapannya curiga memandangku, mungkin apakah aku mendengar percakapan Minhyuk tadi apa tidak. Tidak boleh ketahuan.

“Baru aja aku mau mengetuk pintu, eh udah kau buka. Foto-foto kau bilang, kesannya aku hanya main-main.”

Minhyuk bernafas lega. Pasti ada yang Minhyuk sembunyikan dariku.

“Kau ngapain di dalam?”

“Hah? Aku lagi menelpon teman lamaku.”

Nah, kan? Apa nama temannya itu bos? Semakin mencurigakan, aku harus menyelidikinya.

“Hmm begitu. Eh, aku hari ini mau menginap di rumah Songri, kau pulang saja duluan.”

“Kok ga bilang dari tadi sih? Tau gitu kan aku langsung pulang.”

“Hehe, tiba-tiba saja ingin menginap. Satu jam lagi Songri akan menjemputku, kau pulang saja duluan. Tenang aja, ga ada yang bisa berbuat macam-macam padaku. Di sini kan ramai.”

“Benar?”

Aku mengangguk.

“Kalau begitu aku pulang dulu ya. Annyeong, sampai jumpa besok, kujemput seperti biasanya.” Minhyuk melangkah ke pintu keluar.

Dengan cepat aku meraih jaket, masker, dan kaca mata hitamku. Aku akan mengikutinya.



Sebenarnya Minhyuk ini mau ke mana sih? Dari tadi berputar tidak jelas. Ke toko buku, makan sate ikan di pinggir jalan, bermain game online di warnet. Sia-sia aku mengikutinya. Apa jangan-jangan aku tadi salah dengar kali ya, siapa tau itu bukan Minhyuk yang berbicara. Tapi jelas-jelas dia kok, suaranya aku kenal betul. Ah sudahlah, kusudahi saja penyelidikan ini. Rasanya ini akan sia-sia. Lebih baik aku pulang, berendam air panas, dan mengerjakan tugasku.


Minhyuk pov

Ku lihat Hanyoung keluar. Sekarang ini aku sedang ada di warnet dan Hanyoung mengikutiku sampai di sini. Ku ikuti Hanyoung keluar dan kulihat dia menyetop taksi. Syukurlah dia tidak mengikutiku lagi. Aku capek dari tadi berputar-putar. Tapi ternyata rencanaku berhasil kan? Hanyoung lelah mengikutiku.

Semua ini memang salahku. Harusnya aku tadi bilang sedang bercakap dengan bos dari agensi bodyguard tempatku bekerja. Karena terlalu panik aku malah menjawab dari temanku. Padahal aku tau, jelas-jelas Hanyoung mendengar percakapanku. Sudah kepalang basah, Hanyoung mencurigaiku. Aku harus bisa menghilangkan kecurigaannya.

KRIIIIIIIIIIIIIIIING!

“Yoboseyo?”

“Ya, Kang Minhyuk! Kau dimana? Aku sudah menunggumu hampir 2 jam. Kau mau aku pecat?”

“Jeongmal mianhae bos, ada masalah ternyata. Nanti aku ceritakan. Aku akan segera ke sana.”



Hanyoung pov

TIIINTIIIIIN!

Suara klakson mobil, palingan ahjussi sebelah yang lagi-lagi pulang pagi.

“Noona, kayaknya suara dari depan rumah kita deh,” kata adikku yang kemudian melahap kembali roti bakarnya.

“Masa sih? Coba aku cek dulu.”

Aku bergegas keluar dan benar saja. Sebuah mobil sedan metalik bertengger tepat di rumahku. Pengemudinya..

“Omonaaaaa. Jungshin oppa...”

“Annyeong,” sapa namja yang bernama Jungshin itu begitu turun dari mobilnya.

“Kapan kau kembali? Kenapa tidak memberitahuku dulu?”

“Hahaha, aku hanya mau memberi kejutan padamu.”

“Ooooh! Ayo masuk, kita sarapan bareng. Kau belum sarapan pasti.” Aku langsung menarik tangan Jungshin, menariknya masuk ke dalam rumahku.

“Huwaaa ada Jungshin hyung,” kata adikku lalu berlari memeluknya.

“Apa kabar Hansukkie?”

“Baik. Kau ga punya oleh-oleh untukku, hyung?”

“Ah iya, ada dong, sebentar.” Jungshin berlari keluar dan beberapa menit kemudian kembali lagi sambil membawa 2 kotak.

“Yang ini untukmu, Sukkie. Dan ini untuk kau, Hanyoung.”

Aku dan adikku membuka kotak kami masing-masing.

“Mobil remot kontrol. Gomawo, hyung.”

Jungshin mengacak-acak rambut Hansuk.

“Waw, nomu kyeopta. Boneka kangguru. Mentang-mentang dari Australia.”

“Hahaha, tapi kau suka kan? Aku tau kau menyukai boneka.”

TIIINTIIIIN!

“Hansuk, mobil jemputanmu datang. Cepat ambil tasnya.”

Hansuk menurut. Dia berlari ke kamarnya untuk mengambil tas.

“Annyeong hyung, annyeong noona.”

“Bye bye Sukkie. Di TK jangan nakal,” pesan Jungshin. “Bagaimana kalau kau berangkat juga? Akan aku antar.”

“Eh? Tapi kan kau belum sarapan?”

“Aku tidak lapar, kajja!”

Aku bergegas ke kamarku mengambil tas dan kembali menghampiri oppa.

“Kajja!”

Tidak lupa aku mengunci pintu rumah. Oppa membukakan pintu mobilnya untukku. Dan mobilpun berjalan.


Author pov

Bel sekolah berbunyi, namun sosok yang Hanyoung tunggu tidak kunjung datang. Kemudian seorang guru masuk, diikuti oleh Minhyuk yang mengendap diam-diam di belakangnya. Dia berjalan bungkuk lewat belakang agar terhindar dari pandangan sang guru.

“Ya! Kau dari mana saja?”

“Harusnya aku yang tanya begitu. Aku tadi ke rumahmu tapi kosong. Lalu aku ke kantor agensi dan orang-orang di sana tidak melihatmu. Aku tanya Yoonja, ternyata kau sudah di sekolah. Kau membuatku khawatir, Hanyoung.”

Hanyoung hanya cengengesan, menggaruk-garuk kepala nya yang tidak gatal.

“Hehehe. Mianhae, memang aku yang salah. Tadi teman baikku datang dan aku ditawari tumpangan ke sekolah. Eh, aku lupa kau ternyata.”

Sekilas mata Minhyuk memandang Hanyoung tajam. Namun Hanyoung tidak menyadarinya.

“Nugu?”

“Tetanggaku dulu. Empat tahun yang lalu, dia dan ayahnya pindah di dekat rumahku. Kami berdua jadi akrab deh. Tapi sekitar setengah tahun yang lalu dia pergi ke Australia. Katanya sih liburan sekalian mencari universitas. Dia memang berencana akan kuliah di sana.”

Minhyuk tampak sibuk dengan pikirannya.

“Hanyoung-ah, kalau boleh tau, siapa namanya?”

“Namanya Jungshin. Waeyo? Apa kau kenal?”

“Aniyo. Aku hanya penasaran saja. Aku takut dia berbuat jahat padamu.”

“Tenang saja, dia itu orang baik-baik. Aku sudah lama mengenalnya. Bagaimana kalau nanti kau ikut kami? Pulang sekolah, Jungshin oppa mau menjemputku dan nganterin kita ke lokasi pemotretan. Gimana?”

“Gomawo, Hanyoung. Itu akan sangat membantu!”

“Mwo?”

Minhyuk bangkit dari bangkunya dan mengacungkan sebelah tangannya tinggi-tinggi. “Mianhae, sonsaengnim. Aku izin ke toilet sebentar.”

“Silahkan! Tapi jangan lama-lama.”

Minhyuk pun keluar dari kelas. Tapi bukannya ke toilet malah ke atap sekolah. Dia mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya dan menelpon seseorang.

“Bos, target sudah muncul...”



Sekolah hari ini telah usai. Hanyoung dan Minhyuk pun bergegas ke gerbang sekolah karena Jungshin sudah menunggu di sana. Jungshin sangat menarik perhatian para murid-murid, terutama yeoja. Bagaimana tidak, sosoknya tampan dengan kacamata hitamnya, walaupun hanya mengenakan kaos putih dan jeans serta sepatu kets yang sepadan, ditambah tinggi badannya yang tinggi yang tidak beda jauh dengan Minhyuk.

Benar-benar namja idaman, batin Hanyoung. Tapi baginya, Jungshin adalah teman yang sudah dia anggap sebagai kakaknya sendiri.

Lain dengan Minhyuk, tatapannya tajam mengarah pada Jungshin. Menelisik sesuatu.

“Oppa....” sapa Hanyoung.

“Hanyoung-ah! Hmm ini siapa?” tanya Jungshin begitu melihat sesosok namja berdiri tepat disamping Hanyoung.

“Oh, iya. Aku lupa cerita. Ini bodyguard-ku, yah aku pernah cerita tentang penguntit padamu kan dulu? Ini Kang Minhyuk. Minhyuk, ini Lee Jungshin.”

Jungshin dan Minhyuk saling tunduk hormat. Namun Jungshin menangkap hawa permusuhan dari Minhyuk, tertangkap dari tatapannya yang dingin.

“Ayo kita pergi sekarang, pemotretan setengah jam lagi.”

Hanyoung menarik kedua lengan namja tampan tersebut dan menggeret mereka menuju mobil Jungshin. Tak lama mobilpun melaju.

Hanyoung yang duduk di samping Jungshin tak henti-hentinya berbicara dengan Jungshin. Ini membuat Minhyuk merasa gusar. Rasanya bukan gusar karena pekerjaannya yang sebenarnya. Sepertinya Minhyuk....cemburu.

Aku cemburu? Sadar Minhyuk, ingat tujuanmu sebenarnya, batin Minhyuk.

“Oppa, ini koper apa?” tanya Hanyoung begitu dia mengangkat sebuah koper yang sedari tadi dia injak. Tiba-tiba saja tangan kiri Jungshin sigap meraih koper itu dan meminta bantuan Minhyuk untuk meletakkannya di bawah jok. Minhyuk memandang sekilas koper itu lalu meletakkannya di bawah.

Mencurigakan! batin Minhyuk.

“Jungshin-ssi, jadi ada keperluan apa sebenarnya kau ke Australia?” tanya Minhyuk dingin.

“Tujuan utamaku mencari universitas yang cocok denganku. Yah sekalian liburan juga sih.”

Selebihnya, hanya itu yang dilontarkan Minhyuk. Suasana terlanjur tidak enak karena pertanyaan dingin Minhyuk tadi.



“Hanyoung-ah, kau masih marah padaku?” tanya Minhyuk yang berjalan menyusul Hanyoung yang memang sengaja menghindari Minhyuk.

“Gimana ga marah? Kau ini kenapa dingin banget sama oppa? Kau bahkan belum pernah bertemu dengannya. AISH!” Hanyoung tetap berjalan tanpa memedulikan Minhyuk.

“Bukan begitu. Dia itu...”

Hanyoung menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadap Minhyuk.

“Dia apa?”

“Dia...mungkin bisa sama seperti penguntit itu.”

Hanyoung mendengus kesal. “YA! sudah kubilang kan Jungshin oppa itu bukan orang yang seperti itu. Kau yang ga kenal siapa dia sebenarnya mending diam saja.” Hanyoung kembali meneruskan langkahnya.

“Tapi....”

“Diam, Minhyuk! Aku lelah, jangan membuatku tambah kesal. Dan jangan ikuti aku lagi, rumahku sudah dekat.”

Minhyuk berhenti. Ditatapnya yeoja yang kini mulai menjauh dari hadapannya.

“Andai kau tau siapa dia sebenarnya,” gumam Minhyuk.

KRIIIIIIIIIIIIIIIIING! Ponsel Minhyuk berbunyi.

“Yoboseyo?”

Minhyuk, target terlihat sedang menemui seseorang yang mencurigakan, wajahnya tidak terlihat. Diduga itu teman komplotannya.”

Lalu apa yang harus saya lakukan bos?”

Segera lancarkan rencana A secepatnya.”



Hari ini Jungshin kembali menjemput Hanyoung, otomatis Minhyuk juga ikut.

“Jungshin-ssi, mana kunci mobilmu?”

Jungshin yang kebingungan langsung memberikan kunci mobilnya. Minhyuk membukakan pintu mobil depan sisi kanan lalu memaksa Jungshin masuk. Jungshin hanya diam saja menurut.

“Temanmu kupinjam dulu,” kata Minhyuk.

Hanyoung ingin protes tapi Minhyuk keburu masuk ke bangku kemudi dan mengemudikan mobil dengan kencang.



Sudah 2 hari ini Minhyuk tidak masuk sekolah dan juga Jungshin tidak ada kabarnya sama sekali.

“Ke mana mereka itu?”

KRIIIIIIIIIIIIIIIING! Nada ponsel Hanyoung berdering. Dengan cepat dia merogoh isi tas nya dan melihat siapa yang menelpon.

“Jungshin oppa? Kau dan Minhyuk ke....”

Bisakah kau datang ke taman dekat rumahmu?”

Mwo? Ah baiklah, aku akan segera ke sana sekarang.”

Hanyoung bergegas pergi ke taman dan dia mendapati seorang namja yang memang sudah tak asing lagi baginya. Hanya saja penampilannya berubah.

“Oppa? Kau potong rambut?”

“Hah? Ah, iya. Aku hanya ingin ganti suasana. Bosan sama rambut panjang menyebalkan itu.”

Namun Hyeri menangkap sesuatu yang ganjal dari diri Jungshin.

“Oppa, gaya bicaramu jadi lain. Hmmm gaya pakaianmu juga berubah, kau ini kan selalu kasual, kali ini kau memakai kemeja dan sweater.”

“Suka-suka dong!” ketus Jungshin.

“Oppa... Aku kan cuma bercanda.”

Jungshin menggenggam tangan Hanyoung. “Mianhae!” Lalu mendekatkan wajahnya ke arah Hanyoung. Sontak Hanyoung menjauh.

“Oppa apa-apaan kau?”

“Hey, ku kira kita sedang pacaran. Jadi ga ada salahnya dong kita ciuman.”

Hanyoung merasa tidak percaya dengan apa yang diucapkan Jungshin barusan. Mengucapkan kata cinta padanya saja tidak pernah, ini lagi pacaran. Kepalamu tadi kebentur apa, oppa? Tanya Hanyoung di dalam hati.

Jungshin kembali menggenggam tangan Hanyoung lalu menggiringnya ke dalam mobil.

“Wah, niat sekali kau mau mengganti suasana, sampai mobilpun juga kau ganti, ckck!” decak Hanyoung.

“Aniyo! Ini mobil temanku. Hmm mobilku mogok tadi.”

“Owh!”

Mereka mengenakan seatbelt-nya dan mobilpun melaju. Jungshin merogoh sesuatu di dashboard dan mengambil sebatang rokok dari bungkus rokok.

“Oppa, kau merokok?”

“Ye, aku ini kan perokok!”

“Hah? Aku baru tau! Setauku mencium bau asap rokok saja kau batuk-batuk.”

Jungshin hanya diam saja. Dia menyalakan korek api dan membakar ujung rokoknya. Asap mengebul di sekitar Jungshin dan Hanyoung. Otomatis membuat Hanyoung terbatuk. Bukannya Jungshin mematikan rokoknya, dia malah kembali membuat kebulan asap. Hanyoung hanya bisa pasrah. Baginya, namja yang sedang di dekatnya itu seperti bukan Jungshin yang dikenalnya.

Selama di perjalanan mereka hanya diam membisu. Tak lama Jungshin memarkir mobilnya tepat di depan sebuah rumah yang jauh dari pemukiman. Rumah yang agak rapuh termakan usia. Bahkan melihatnya saja membuat Hanyoung bergidik ngeri.

“Ini rumah siapa, oppa?”

“Rumahku. Ah ya, aku belum memberitahumu ya kalau aku pindah ke sini? Memang rumahnya terlihat tua, tapi aku suka. Kajja!” kata Jungshin kembali menggenggam tangan Hanyoung. Tapi Hanyoung menepisnya.

“Aku ga mau, oppa. Bisa antarkan aku pulang? Atau aku pulang sendiri saja.”

“Hey, jangan begitu dong. Mampir sebentar saja, sekedar minum teh. Lalu aku akan antar kau pulang. Lagi pula ga ada kendaraan umum yang lewat di sini.”

Jungshin benar. Yang berlalu-lalang hanya mobil-mobil pribadi, itupun bisa dihitung dengan jari.

Hanyoung pun mengangguk lalu berjalan mengikuti Jungshin yang mendahuluinya.

KLEK! Pintu terbuka.

Ternyata tidak hanya penampilan luarnya saja yang terlihat tua, dalamnya juga. Namun ada satu yang sangat menyita perhatian Hanyoung. Diapun berjalan ke arah sebuah meja dan memandangi tumpukan-tumpukan yang terletak di atas meja.

“Oppa, ini semua apa? Tepung sagu?”

Jungshin berjalan ke arah Hanyoung seraya mengeluarkan sesuatu.

“Nanti kau juga akan tau, honey!” seru Jungshin sambil membekap mulut Hanyoung dengan sapu tangannya.

Hanya kalimat itu yang terakhir Hanyoung dengar. Selanjutnya dia ambruk.



Minhyuk masuk ke sebuah ruangan dengan penerangan seadanya, dengan dua botol jus jeruk dingin di tangannya. Di ruangan tersebut sudah ada Jungshin yang dua hari ini hanya berdiam diri di sana, salah satu ruangan interogasi kepolisian.

“Jadi begitu! Aku tidak tau mengenai itu.”

“Ya, aku memang merahasiakannya. Hanyoung saja tidak tau akan hal itu. Saat aku pindah ke dekat rumah Hanyoung, dia sudah diusir. Jadi Hanyoung tidak tau sama sekali. Dia salah pergaulan. Eomma meninggal karena serangan jantung begitu tau apa yang dia lakukan selama ini. Dan appa sudah tidak mau mengakuinya sebagai anak lagi.”

“Dan beberapa hari yang lalu aku menemuinya. Dia memaksaku untuk memberinya sejumlah uang yang cukup fantastis, tapi aku menolak. Kemudian ponselku raib. Aku menduga kalau dia yang mengambilnya. Ku harap kau percaya.”

“Ya, kini aku sudah percaya. Anak buahku sudah menyelidikinya dan kau memang tidak berbohong. Maaf aku telah menuduhmu dan menyekapmu di sini untuk beberapa hari.”

“Tidak masalah. Yang penting kebenaran sudah terungkap.”

KRIIIIIIIIIIIIIIIIING! Ponsel Minhyuk berdering.

“Yoboseyo?... Ah bos, waeyo? .... MWO??! ... Ya, aku akan segera ke sana! Aku juga akan membawanya... Baik, bos!”

“Minhyuk-ssi? Ada apa?”

“Hanyoung diduga diculik olehnya.”



Hanyoung membuka matanya perlahan, menatap sekelilingnya. Dia meronta karena tangannya terikat. Ingin sekali berteriak, tapi mulutnya dilakban.

“Hai cantik, sudah sadar rupanya?”

Hanyoung mencari sumber suara tersebut sampai menangkap sesosok namja yang sangat dikenalnya, Jungshin. Dia membuka lakban yang menutup mulut Hanyoung.

“Brengsek kau, Jungshin!”

“Wow! Ga panggil aku oppa lagi?”

“Cih!” Hanyoung memalingkan wajahnya. Muak rasanya memandang wajah yang selama ini dia kira orang baik-baik. Namun tangan Jungshin merengkuh dagu Hanyoung dan membuat Hanyoung harus menatap tajamnya mata Jungshin.

“Kau... kau bukan seperti Jungshin oppa yang selama ini kukenal. Kau ini orang lain. Tolong katakan kalau kau ini bukan Lee Jungshin. Jebal...,” kata Hanyoung lirih. Air matanya mulai menetes dari pelupuk matanya.

“BUAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!” namja itu tertawa terbahak-bahak. “Kau orang ke seribu yang tidak bisa membedakan mana Jungshin dan mana yang bukan. Bahkan penampilan berbeda saja kau masih menganggapku Jungshin.” Jungshin kembali tertawa dengan keras.

“MWO? Apa maksudmu?” tanya Hanyoung. Dia tidak bisa mencerna dengan apa yang dikatakan namja yang ada di depannya itu barusan.

“Aku buka Jungshin, nona. Aku kembarannya. Ah perkenalkan, Lee Jungwoo imnida.”

“Kau... kembaran Jungshin oppa?”

“Ye!”

Hanyoung masih tidak percaya dengan fakta yang baru dia ketahui. Jungshin tidak pernah menceritakan hal itu. Yang dia tau, Jungshin adalah anak tunggal dari seorang pengusaha yang kaya raya.

“Masih ga percaya ya? Mau kubuat percaya?”

Jungshin mendekatkan wajahnya ke wajah Hanyoung. Di saat bibir mereka hanya berjarak 3 cm, Hanyoung memutar wajahnya.

“Cukup! Aku sudah sangat percaya. Kau memang bukan Jungshin oppa. Tapi aku tidak tau kalau oppa punya kembaran.”

“Mana mau dia cerita kalau dia punya kembaran yang ternyata seorang bandar narkoba sepertiku ini. Mianhae aku menculikmu. Kupikir dengan menculik orang yang dia sayangi, mungkin dia akan menuruti kemauanku.”

Tiba-tiba Hanyoung teringat dengan tumpukan bungkusan putih yang terletak tepat diatas meja tadi. Sesuai dengan dugaannya.

“Hyung sungguh beruntung memiliki pacar secantik kau. Selalu saja mendapat yang terbaik,” kata namja yang bernama Jungwoo dengan senyum sinisnya.

“A...aku bukan pacar Jungshin oppa. Dia hanya orang yang kuanggap seperti kakakku sendiri. Lalu, apa maksudmu dengan selalu mendapatkan yang terbaik? Memang seharusnya begitu, karena oppa orang yang sangat baik.”

Jungwoo memutar bola matanya dan kembali menatap Hanyoung tajam.

“Ya terserah kau saja!” Jungshin terduduk di lantai, menatap putihnya lantai. “Orang-orang selalu saja mencintainya. Eomma, appa, guru-guruku, teman-temanku. Hyung selalu saja dipuji dan disayang oleh orang tuaku karena selalu mendapat nilai yang bagus. Apa aku yang tidak bisa mendapat nilai sebagus hyung tidak berhak mendapat kasih sayang yang setara? Guru-guruku selalu saja membandingkan aku dengan hyung. Apa kau kira enak dibandingkan dengan orang lain? Dan teman-teman sekelasku dan hyung selalu saja mendekati hyung. Kenapa mereka tidak mau dekat-dekat denganku? Apa karena aku ini pendiam? Semua serba hyung, serba Lee Jungshin.”

Tak tau mengapa, Hanyoung bisa merasakan kesedihan yang Jungwoo rasakan.

“Hingga ada seorang temanku yang sangat baik padaku. Dia memberikan sesuatu yang katanya dapat melupakan segala masalahku. Dan dia tidak berbohong. Sampai akhirnya aku ketahuan memakai obat itu oleh keluargaku dan dengan teganya appa mengusirku. Bahkan sebelumnya masih saja sempat membandingkan aku dengan hyung.”

Mata basah Jungshin menatap Hanyoung. Tatapan tajam itu sirna, tergantikan dengan tatapan sayu.

“Keberuntungan selalu berpihak pada hyung, tidak padaku.”

“Bukan keberuntungan yang tidak berpihak kepadamu, tapi dirimu sendirilah yang membuatmu selalu berpikir kalau keberuntungan tidak berpihak padamu. Kau tidak mau berubah demi kebaikanmu. Hidup harus selalu dibawa positif, maka segalanya akan baik-baik saja.”

“Maksudmu?”

“Pernahkah kau berusaha untuk bisa lebih baik dari Jungshin oppa? Pernahkah kau berusaha untuk bisa mendapat nilai yang sama seperti oppa?”

Jungshin hanya diam saja.

“Kau berpikir guru-gurumu selalu saja membandingkanmu dengan Jungshin oppa. Tidak pernahkah kau berpikir kalau guru-gurumu sebenarnya bermaksud baik, ingin kau menjadi yang lebih baik?”

Jungshin kembali terdiam.

“Dan teman-temanmu. Apa seharusnya teman-temanmu yang menghampirimu? Apa kau sudah berusaha untuk menjalin pertemanan?”

Suasana kembali hening.

“Kenapa kau hanya diam saja? Apa semua pertanyaanku jawabannya adalah tidak? Sudah kuduga. Itu semua terjadi karena dirimu sendiri. Kau tidak mau berubah. Hatimu sudah dipenuhi oleh kebencian. Ditambah barang haram yang merasukimu itu.”

Jungshin terpaku. Merasa apa yang dikatakan Hanyoung adalah benar.

“Cih! Aku dinasehati sama anak kecil.”

“Siapa yang kau maksud anak kecil? Aku sudah 17 tahun tau!”

Jungwoo hanya terdiam. Namun senyumnya mengembang. Bukan senyum tajam yang biasa dia sungging, senyum yang sama yang biasa Jungshin sunggingkan.

“Hyung beruntung memiliki yeojachingu sepertimu. Ah ya, aku lupa kau bukan yeojachingu-nya. Hyung beruntung bisa punya kenalan seperti kau. Apa sudah terlambat untukku berubah?”

Hanyoung menggeleng, “Sama sekali tidak. Apa oppa tidak pernah mendengar pepatah lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali?”

“Haha, guru menerangkan saja aku malah tidur. Eh, hey! Kau memanggilku oppa tadi.”

“Kau kan kembarannya Jungshin oppa, otomatis kakakku juga.”

Jungwoo bangkit dan menghampiri Hanyoung. Kemudian dia melepas ikatannya.

“Gamsahamnida, Hanyoung-ssi. Kajja! Aku antar kau pulang.”

Hanyoung mengangguk. Diikutinya Jungwoo yang telah berjalan terlebih dahulu. Namun Jungwoo terpaku begitu membuka lebar pintu ruangan tersebut, dengan segera dia mengeluarkan pistol kecil dari saku celananya. Sudah banyak orang berpakaian polisi mengepung rumah tersebut. Hanyoung bergidik ketakutan, reflek menyembunyikan diri di belakang Jungwoo.

Sebuah suara tiba-tiba muncul dari belakang. Minhyuk.

“Lee Jungwoo! Anda sudah terkepung! Silahkan menyerahkan diri atau kami tidak akan segan-segan menggunakan kekerasan.”

Pistol Jungwoo masih mengarah pada si sumber suara tersebut. Di belakangnya berdiri Jungshin yang shock dengan pemandangan yang dilihatnya kini.

“Hanyoung-ah!” seru Jungshin.

Hanyoung masih tidak mengerti, dari mana Minhyuk bisa memiliki sebuah pistol. Dia pikir, seorang bodyguard tidak membutuhkan senjata seperti itu.

“Jungshin oppa! Minhyuk-ah, jangan tembak Jungwoo oppa. Jebal...”

Ekspresi bingung tergambar di wajah Minhyuk.

“Oppa...” kata Hanyoung lirih pada Jungwoo. Jungwoo hanya menanggapinya dengan sebuah anggukan lalu merentangkan tangannya ke atas. Jungwoo hendak maju untuk meletakkan pistolnya dilantai, hingga dia tersandung karpet dan tak sengaja menarik pelatuk pistolnya. Peluru tepat mengenai Minhyuk. Dengan cepat Jungwoo melepas pistolnya. Para pasukan berseragam polisi pun dengan sigap meringkus Jungwoo.

“A...aku ga sengaja, sungguh! Aku ga sengaja menekan pelatuknya..” kata Jungwoo yang kemudian lenyap dari ruangan itu.

Hanya Hanyoung, Jungshin, seorang ahjussi berkemeja biru, beberapa petugas dan Minhyuk yang terbaring lemah yang masih tersisa di ruangan tersebut.

“Minhyuk-ah, bangun!!! Hiks!” seru Hanyoung sambil menepuk pelan pipi halus Minhyuk.

Ahjussi itu berjongkok dan diamatinya anak buahnya itu. tak lama kemudian dia bangkit dan menarik Jungshin keluar.

“Jungshin-ssi, ayo keluar! Kalian semua keluar sebentar, nanti bisa dilanjutkan,” perintahnya.

“Lho, lho? Tapi Minhyuk bagaimana? Eh, hey, hey.....” Jungshin berusaha memberontak namun cengkraman ahjussi sungguh kuat.

“Hey, Minhyuk bagaimana? Tega sekali kalian!”

Kini hanya Hanyoung dan Minhyuk yang tersisa.

“Minhyuk-ah, kau harus bertahan! Aish! Apa-apaan mereka, kenapa tidak ada satupun yang membantumu?”

Hanyoung berusaha menyeret Minhyuk keluar, namun tiba-tiba Minhyuk mengerang, tangan kanannya masih terus memegang dada kirinya.

“Minhyuk, bertahan!”

“Ha...hanyoung-ah...” panggil Minhyuk, nada suaranya lemah.

Tangan kiri Minhyuk merengkuh dagu Hanyoung dan menariknya mendekati wajah Minhyuk. Bibir mereka nyaris bersentuhan. Hanyoung menutup matanya. Namun tiba-tiba....

“AAAWWWWWWW!!!!!”

Minhyuk bangkit berdiri, lalu lompat-lompat tidak jelas mengapa.

“Ka..kau?”

“Aigoo!!! Aku benci kesemutan!”

Mulut Hanyoung hanya terbuka lebar, menatapi namja yang masih bertindak aneh. Tak lama kemudian Minhyuk sadar kalau sedang diperhatikan.

“Minhyuk? Kau ga apa-apa?”

“Ah? Hmmm, aku ga apa-apa, hehe.”

Hanyoung menghampiri Minhyuk dan meraba dada kiri namja itu.

“Aku baru menyadari kalau ga ada darah sama sekali. Dan apa ini, kok keras?”

Minhyuk membuka sebagian kancing atasnya dan memperlihatkan tubuhnya yang dibalut dengan pelindung peluru. [author ga tau namanya, yah tapi kalian mengerti kan?]

Hanyoung melangkah mundur.

“Kau ini siapa sebenarnya? Dan bagaimana kalian semua bisa tau aku ada di sini?”

Minhyuk kembali mengancingkan kancing kemejanya sampai menyisakan 2 kancing teratas.

“Sebelumnya aku minta maaf kalau selama ini aku menutupi sesuatu. Aku... agen rahasia. Orang-orangku selama ini mengikutimu kemanapun kau berada selama aku tidak ada di sampingmu.”

“Mwo?”

“Yah, sebenarnya aku masih agen baru dan ini kasusku yang pertama.”

Hanyoung masih kebingungan. “Jadi... selama ini kau membohongiku?”

“Kau membenciku, Hanyoung?”

“Beri aku alasan yang logis, yang bisa membuatku maklum!”

“Mianhae, Hanyoung-ah. Jeongmal mianhae. Aku diperintahkan untuk menangkap seorang bandar narkoba yang cukup lihai itu. Setelah ku selidiki, ternyata dia sangat dekat denganmu. Aku terpaksa menyamar menjadi seorang bodyguard demi dekat denganmu. Tapi ternyata ada hal yang aku lewatkan, aku salah target yang ternyata target sebenarnya adalah kembarannya.“

Suasanya sunyi...

“Kau masih membenciku kah?”

Terus terang Hanyoung tidak bisa membenci Minhyuk. Tidak tau mengapa.

“A...aku tidak akan membencimu kalau kau masih jadi bodyguardku. Kau masih jadi bodyguardku kan, Minhyuk?”

Minhyuk terdiam, lidahnya kelu untuk mengucapkan sesuatu.

“Untuk yang satu itu, aku tidak bisa. Mianhae, Hanyoung-ah. Kasusku telah berakhir. Aku harus kembali ke markas. Mianhae!” Minhyuk membungkukkan badannya. Tapi begitu bangkit, dia sudah tidak melihat Hanyoung yang tadi ada di hadapannya.


**


Sebulan berlalu. Kehidupan normal kembali dijalani Hanyoung. Sekolah, pemotretan. Tentu saja tanpa Minhyuk di sampingnya.

“Tanpa orang itu pun aku masih bisa menjalani hidupku,” gumam Hanyoung pelan.

Tapi nyatanya, hatinya tidak sesuai dengan perkataannya. Dia sangat merindukan Minhyuk.

“Hanyoung-ah....” sapa Jungshin.

“Ah, kau lama sekali oppa.”

“Hehe, mianhae! Aku tadi mengurus pengiriman barang-barangku tadi.”

“Kau jadi pindah ke Aussie ya, oppa? Yah, aku jadi ga ada teman ngobrol lagi deh.”

“Mianhae dongsaengku. Kan kita masih bisa berkomunikasi kan.”

Hanyoung hanya tersenyum.

“Oppa, kau sudah mengunjungi Jungwoo oppa?”

“Sudah, baru kemarin. Gomawo Hanyoung, kau sudah membuka mata hati dongsaengku.”

“Tapi menurutku kau juga salah, oppa.”

“Ye, aku juga menyadarinya. Selama ini aku belum bisa menjadi hyung yang baik, belum bisa mengerti adikku sepenuhnya. Ah ya, ini capucino hangat untukmu.”

Jungshin memberikan sebuah gelas berisi capucino hangat kepada Hanyoung. “Gomawo, oppa!”

“Hmmm, bodyguard mu apa kabar?”

“Jangan ingatkan aku sama orang itu. Cih, bisa-bisanya dia pergi tanpa pamit.”



“Kau akhir-akhir ini pendiam, Hanyoung,” celetuk temanku yang duduk dibelakangku.

“Ya, Yoonja, dia ini begini gara-gara Minhyuk ga ada.”

Hanyoung tidak menanggapi, hanya diam saja mendengar celoteh-celoteh teman-temannya.

“Yoonja, kalau guru sudah datang, tolong bangunkan aku. Aku ngantuk banget, aku belum tidur gara-gara pemotretan sampai pagi.”

“Ah, ya, tidur sana. Nanti aku bangunkan.”

Hanyoung meringkuk lemas di mejanya. Kepalanya dia tutup dengan jaket dengan maksud agar tidurnya nyenyak.

Setengah jam berlalu. Tidak biasanya wali kelas datang ke kelas, padahal hari ini tidak ada jadwal pelajarannya. Berarti ada berita penting.

“Selamat pagi anak-anak!”

Yoonja mendorong kursi Hanyoung yang ada di depannya dengan kakinya. Reflek Hanyoung terbangun dan dengan mata sayu dia menoleh ke belakang.

“Apaan sih?”

“Itu, Lee sonsaengnim datang.”

Hanyoung menengadah ke arah depan dan dilihatnya sosok wali kelasnya. Lalu kembali menoleh ke Yoonja.

“Ah paling mau kasih tau sesuatu doang. Kau simak saja dia, lalu beritahu aku nanti.”

Hanyoung kembali menyusupkan kepalanya ke dalam jaket, berusaha kembali ke alam bawah sadarnya. Namun dia kembali mendongakkan tegak kepalanya ketika mendengar suara yang ingin sekali dia dengar sebulan ini.

“Aku kembali teman-teman. Mianhae, selama sebulan ini aku ada urusan yang sangat penting yang mengharuskanku meninggalkan sekolahku.”

Anak-anak di kelas pada riuh dan sebagian ada yang menatap Hanyoung.

“Nah Kang Minhyuk, kau duduk di bangkumu. Dan kalian, tolong jangan berisik, guru matematika kalian akan datang.”

Lee sonsaengnim keluar. Minhyuk pun sudah duduk tepat di bangku samping Hanyoung, seperti biasanya.

Hanyoung hanya menatap Minhyuk tidak percaya. Mulutnya menganga.

“Ya, nanti lalat masuk ke mulutmu, kekekek,” Minhyuk terkekeh.

“Ka..kau.. kenapa bisa ada di sini?”

“Aku kan juga butuh ilmu. Apa aku ga boleh sekolah? Lagi pula....”

Hanyoung memeluk Minhyuk dengan erat, diiringi sorakan teman-teman sekelas.



-part 2: END-

Nantikan part 3 yang rencananya bakal jadi ending. kaliiii

11 comments:

  1. aisssh minhyuk XD kak febri jangan lama2 yaa part 3 nyaa

    ReplyDelete
  2. onn sukses bikin aku jantungan, senyum2 sampe ketawa2. part 3 nya dooooooongggggg *bow*

    ReplyDelete
  3. @hanin: siiiip :)

    @sarah: kekekek, udah pasti dong. tunggu ya :)

    ReplyDelete
  4. @mpeb onni: jangan lama-lama ya....

    ReplyDelete
  5. yey ada action :D
    ciee minhyuk sama hanyoung, jadian gih (?)

    lanjutannya eonni~

    ReplyDelete
  6. waa aku suka banget karakter minhyun disini .
    lucu tp cool gt .
    loh , ini bukannya part 3 yahh eonn ?
    lanjut lanjut ! >,<

    ReplyDelete
  7. waa aku suka banget karakter minhyun disini .
    lucu tp cool gt .
    loh , ini bukannya part 3 yahh eonn ?
    lanjut lanjut ! >,<

    ReplyDelete
  8. @ica: hmm jadian ga ya???? next part terungkap

    @ryeowookta: hehe. OH IYA! baru nyadar. nanti tak ganti deh. gomawo ya udah diingetin dan gomawo jg udah baca :)

    ReplyDelete
  9. nyaris mau nimpuk hyeri kalo JungShin jadi bandar .. wkekekeke

    part selanjutnya di tungguuuu

    ReplyDelete
  10. eh eh eh, hyeri siapa ini? kkkkkk
    aku masih punya hati kok on, gabakal aku buat image jungshin ancur
    *laaah, image jonghyun di chapter 1 ancur banget ;p *

    ReplyDelete

Cara komen (bagi yang kurang jelas):

1. Ketik komen kalian di kotak komentar.

2. Di samping 'Berikan komentar sebagai', klik Google (bagi yang menggunakan Blogspot) atau LiveJournal/Wordpress/AIM/TypePad/OpenID (bila kalian mempunyai akun disana)

3. Atau bagi yang tidak punya akun sama sekali / tidak mau ribet, klik NAME/URL (kosongkan URL bila tidak mau ditampilkan)

4. Klik 'Poskan komentar'