- Lee Jonghyun CNBLUE
- Shin Jihyeon [fiktif]
- Jung Yonghwa CNBLUE
- Kang Eunjin [fiktif]
- Park Hanyoung [fiktif]
- Jung Iseul [fiktif]
Jonghyun menatap lekat yeoja yang sedang tertidur pulas. Ada rasa iba yang terbesit di hati Jonghyun. Kemudian matanya menerawang ke seluruh kamar Jinhyeon, berusaha menghilangkan rasa itu.
Baginya, kamar itu ini lebih pantas disebut kamar tidur dari pada kamar rawat, hanya tambahan beberapa alat canggih yang tidak diketahui Jonghyun apa fungsinya. Jonghyun menyusuri setiap sudut di kamar Jihyeon. Aksesoris-aksesoris berwarna-warni, bingkai-bingkai foto yang menunjukkan foto Jihyeon, tiga orang suster –dua diantaranya diketahui Jonghyun adalah Daehyun dan Hanyoung-, dan seorang pria tua berjas putih. Jonghyun hanya tersenyum melihatnya.
KLEK! Jonghyun menoleh ke arah pintu. Masuk seorang suster cantik yang belum pernah Jonghyun lihat sebelumnya.
“Kau...pasti Jonghyun, kan?” tanya Eunjin sambil meletakkan nampan besi (?) yang di atasnya terdapat sebuah jarum suntik dan sebotol cairan kecil.
“Ne! Jonghyun imnida!” Jonghyun membungkukkan badannya.
“Naneun Kang Eungjin imnida! Aku pernah mendengarmu sebelumnya, dari cerita Daehyun eonni. Sebelumnya, terima kasih karena kau sudah menolong adikku lagi.” Eunjin masih asik dengan jarum suntik yang dibawanya tadi. Ia tancapkan jarum itu ke ujung botol dan ditariknya tuas (?) jarum suntik itu.
“Jihyeon...itu...,” Jonghyun menunjuk jarum suntik yang digenggam Eunjin, “setiap hari?”
“Aniyo! Ini hanya dilakukan kalau kondisi Jinhyeon sedang buruk.”
Jonghyun mengangguk paham lalu diam memandangi Eunjin menyuntikan jarum suntik tadi ke lengan Jinhyeon. Jonghyun hanya bergidik ngeri.
“Suster...”
“Panggil aku noona saja!”
“Ah, ya, Eunjin noona, kalau boleh aku tau sejak kapan Jihyeon tinggal di sini?”
Jonghyun harap-harap cemas, takut pertanyaannya tidak ditanggap Eunjin. Tapi ternyata tidak.
“Sejak tahun 2001. Aku sih tidak tahu kejadian pastinya, saat itu aku belum jadi perawat di sini. Tapi Daehyun eonni bilang kalau Jihyeon dirawat di sini karena orang tuanya bekerja di luar negri, mereka tidak mungkin membawa Jihyeon ke sana. Mereka ingin yang terbaik untuk anaknya. Tapi yang terbaik menurut mereka belum tentu terbaik menurut Jihyeon. Aku kasihan sekali padanya, sudah hampir 5 tahun dia tidak bertemu orang tuanya,” Eunjin mengelus rambut panjang Jihyeon.
“Sudah puas? Ada lagi yang mau ditanyakan? Aigoo, dia akan marah padaku kalau aku menceritakan ini pada orang lain,” kata Eunjin sambil menepuk dahinya.
“Sebenarnya sudah lama aku mengetahui kalau Jihyeon mengalami sakit keras.”
“Jeongmal?” Eunjin terkejut. Setaunya, tidak ada orang lain yang mengetahui tentang penyakit Jihyeon kecuali para staff rumah sakit. Yah, mungkin ada beberapa yang bermulut ember (?)
“Tapi aku tidak tau pasti apa yang dialami Jihyeon sebenarnya.”
“Jihyeon mengalami gagal jantung. Sejak lahir, jantungnya memang tidak bekerja dengan normal, jantungnya bermasalah. Sudah melakukan beberapa kali operasi, tapi efeknya hanya sementara. Satu-satunya jalan yang bisa menyembuhkannya hanya transplantasi jantung.”
“Nah! Kenapa tidak dilakukan?”
“Ya! Kau pikir mudah mencari jantung yang cocok. Sulit! Jantung keluarganya pun belum tentu cocok. Sejauh ini hanya sedikit orang yang mau mendonorkan jantungnya, tapi tidak ada yang cocok satupun.”
Jonghyunpun termenung.
“Aku rasa penjelasannya cukup segitu saja. Sebaiknya kau pulang. Hampir empat jam kau menunggu. Besok saja kau kembali lagi.”
“Ah, ye! Sebentar lagi aku pulang.”
Eunjin berjalan ke arah pintu, sebelum ia lenyap dari pandangan Jonghyun, dia berkata, “Lain kali kalau ke sini bawa kue buatanmu. Kalau tidak, kau tidak kuizinkan menjenguk Jihyeon. Oke?” Eunjin mengerlingkan sebelah matanya sebelum dia benar-benar pergi.
Jonghyun kembali menatap sosok Jihyeon. Parasnya cantik dengan kulitnya yang pucat. Baru kali ini Jonghyun menatap seorang yeoja selama ini kecuali eomma-nya sendiri.
“Apa yang kau lihat, oppa?”
“Aku sedang melihatmu... HAH?” Jonghyun yang melamun sambil menatap Jihyeon, tidak sadar kalau ternyata Jihyeon sudah sadar. Jihyeon yang mendengarnya pun hanya tersipu malu.
“Oppa, beritahu aku sejak kapan kau tau tentang penyakitku? Pasti sebelum kita bertemu di tokomu kan?”
Sudah tidak ada gunanya lagi bagi Jonghyun untuk menutupinya. Toh lambat laun Jihyeon akan mengetahuinya. “Ye!” jawab Jonghyun lemas.
“Lalu kau mau berteman denganku karena kasihan?”
“Aniya! Aku memang ingin berteman denganmu, tidak peduli kau siapa atau keadaanmu bagaimana. Bahkan sebelum mengetahui penyakitmu pun aku...aku sudah...”
“Sudah apa, oppa?”
“Sudah.. ingin berteman denganmu. Iya. Ingin berteman denganmu.”
“Jeongmalyo?”
Jonghyunpun mengangguk dengan semangatnya. Sebenarnya bukan itu jawaban yang sebenarnya. Hanya saja, akan terkesan aneh kalau Jonghyun mengutarakan yang sebenarnya. Dia akan menunggu waktu yang tepat.
“Aku pikir tidak ada yang mau berteman denganku.”
“Hahaha, itukan hanya pikiranmu saja.”
Pada akhirnya, mereka berdua hanya terdiam. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Diam-diam Jihyeon sangat senang mendengarnya. Entahlah! Rasanya ingin lompat-lompat di tempat tidurnya. Mungkin senang karena baru kali ini dia mendapat teman selain Minhyuk, atau mungkin jangan-jangan....
Tiba-tiba saja Jihyeon menggeleng-gelengkan kepalanya. Masa iya dia suka pada Jonghyun? Ani! batin Jihyeon. Baru beberapa kali Jihyeon bertemu dengan Jonghyun, itupun bisa dihitung dengan jari.
Masa iya aku suka Jonghyun oppa? Ani, ani! Lagipula tentang yeoja itu.... AISH! Yeoja itu pasti sangat menyukainya!
“Jihyeon-ah, kau melamun?” yang ditanya hanya menggeleng.
“Oppa~”
“Ne?”
“Apa oppa yang menolongku di danau?” Jonghyun mengangguk. “Kalau aku boleh tau, siapa yeoja itu?”
“Dia...teman kuliahku.”
“Sepertinya dia menyukai oppa sampai melarangku dekat-dekat.”
“Sudah lupakan saja yeoja gila itu. Mianhae, gara-gara dia kau jadi kumat.”
“Gwenchana, oppa!”
****
TOK TOK TOK!
TOK TOK TOK!
Jonghyun mengetuk pintu kamar Jihyeon tapi tidak ada yang menyahut. Dengan perlahan dia membuka pintu dan tidak mendapati Jihyeon di tempat tidurnya. Ia telusuri kamar mandi tapi hasilnya nihil.
“Jonghyun, oppa!”
Jonghyun menengok ke arah pintu dan mendapati sosok Jihyeon di sana. Jonghyunpun menghampirinya.
“Jihyeon-ah, kau dari mana? Sudah sehat?” tanya Jonghyun sambil memegang lengan Jihyeon. Jihyeon mengangguk lalu menundukkan kepalanya. Wajahnya memerah. Dan begitu Jonghyun menyadarinya, dengan segera dia melepas tangannya.
“Mian!”
“Gwenchana!”
“Oh ya, kau tadi belum bilang habis dari mana.”
“Aku dari kantin. Tiba-tiba aku ingin makan soondae!”
“Yah, padahal aku bawa ini lho!”
“Muffiiiiiiin,” girang Jihyeon.
“Haha, kau lucu, Jihyeon-ah! Makanlah! Jangan lupa sisakan untuk Eunjin noona. Dia tidak akan mengizinkanku ke sini kalau aku tidak bawa muffin untuknya.”
Jihyeonpun mengambil dua muffin dan melahapnya dalam hitungan menit.
KLEK! Pintu terbuka.
“Eh, ada Jonghyun rupanya! Annyeong!” sapa Hanyoung.
“Annyeong, lama tidak berjumpa!” balas Jonghyun.
“Jihyeon-ah! Jangan lupa minum obat ini!” kata Hanyoung sambil meletakkan beberapa obat di atas meja. “Ah ya! Kita akan kedatangan dokter baru. Dokter yang akan menangani kau.”
“Jinjja? Memang dokter Kim kenapa?”
“Dia mau cuti hamil. Kau tidak lihat perutnya yang besar?”
Dokter Kim adalah salah satu dokter spesialis jantung, dokter pribadi jihyeon, pengganti dokter Jung yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Saat ini dia memang sedang hamil tua.
“Nanti sore dia akan mengunjungimu. Jangan kemana-mana. Arasso?”
“Ara!”
Hanyoungpun pergi, kembali meninggalkan Jonghyun dan Jihyeon berdua.
Tidak ada yang mereka lakukan selain ngobrol. Membicarakan apa saja. Tentang pertama kali Jonghyun melihat Jihyeon, tentang kepindahan Jihyeon ke kamar barunya. Banyak yang mereka ceritakan. Jonghyun juga bermain gitar untuk Jihyeon dan memperlihatkan skill supernya. Jihyeonpun terpana.
Tanpa sadar, sudah hampir 3 jam mereka melaluinya. Jonghyunpun pamit karena harus kembali ke toko. Dan kini Jihyeon kembali sendirian.
“Oppa teman ngobrol yang baik, hihi,” gumam Jihyeon.
“Nah loh, oppa siapa? Jonghyun maksudmu?” Tiba-tiba saja Hanyoung muncul.
“Eonni, kapan masuknya?”
“Loh, kau tidak sadar? Haha, kau kan sibuk mikirin si Jonghyun, iya kan? Tuh lihat wajahmu merah!” goda Hanyoung.
“Eonniii!!!” Jihyeon melempar bantal ke Hanyoung.
“Haha, ampun!”
“Annyeonghaseyo!” sapa seorang namja yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.
Namja itu terlihat tidak asing. Jihyeon merasa dia mirip seseorang. Sangat mirip bahkan, mungkin hanya berbeda generasi.
“Nah, Jihyeon. Ini dokter barunya.”
“Annyeong, Jihyeon! Jung Yonghwa imnida. Mulai sekarang aku akan menjadi dokter pribadimu,” katanya ramah.
Sosoknya tampan dengan postur badannya yang tinggi. Namun bukan itu yang membuat Jihyeon terpana.
“Jung? Kau anaknya pak tua?” tanya Jihyeon penasaran.
“Pak tua? Ah maksudmu kakekku mungkin. Aku cucu dokter Jung Hwangjoo,” jawab Yonghwa dengan senyuman manisnya.
“Omo... kau mirip sekali dengannya. Kau? Dokter pribadiku?”
Yonghwa mengangguk. Yonghwa memang sangat mirip dengan kakeknya. Tampan dan juga berwibawa.
“Sebenarnya kita pernah bertemu lho.”
“Jeongmalyo? Kapan?”
“Waktu di pemakaman kakek 6 tahun yang lalu. Hanya saja kita sama-sama tidak sadar. Hanya suster Daehyun yang menyadarinya.”
Tiba-tiba terbesit rasa sedih di hati Jihyeon. Sosok kakek yang dia rindukan. Hanya dia satu-satunya kakek yang dia miliki walaupun bukan kakek kandung. Kedua kakek nenek Jihyeon sudah tak ada.
“Kakek sangat menyayangimu. Sepuluh tahun ini aku tinggal di Jepang. Selama berkomunikasi dengannya, pasti saja menceritakan dirimu. Dan karenamulah, motivasiku untuk menjadi dokter semakin kuat.”
Jihyeon hanya tersenyum pahit mendengarnya. Rasa sedih dan rindu masih mendominasi perasaan di hatinya.
“Aku benar-benar ingin bertemu denganmu. Namun saat aku ke Korea 6 tahun yang lalu, pikiranku dipenuhi oleh kepergian kakek. Aku hanya tidak menyangka kakek pergi dengan tragis.”
Rasanya Jihyeon ingin menangis. Selama ini dia mengira si pak tua itu menganggap dirinya hanya seorang pasien.
“Kita sudah berkenalan. Kalau begitu aku undur diri dulu. Masih ada berkas yang harus aku pelajari.”
Yonghwapun pergi, diikuti Hanyoung. Sepertinya mereka mengerti kalau Jihyeon ingin sendiri.
***
Sudah tiga hari berlalu, tapi seseorang yang Jihyeon tunggu tak kunjung datang. Dia maklum, Jonghyun sibuk dengan tugasnya, ditambah toko muffin yang dia kelola bersama ibunya. Namun bukan berarti mereka tidak saling berhubungan. Jonghyun selalu mengiriminya sms, sekedar menanyakan apa yang sedang dilakukan Jihyeon atau apakah Jihyeon sudah minum obat. Perhatian Jonghyun kadang membuat Jihyeon salah tingkah.
DRRRRRRRRT! Ponsel Jihyeon bergetar. Sebuah sms masuk. Jihyeonpun menebak siapa si pengirim sms dan tebakannya tidak meleset.
From: Muffin
Annyeong, Jihyeon-ah.. sedang apa?
To: Muffin
Tidak sedang apa-apa. Oppa sendiri?
From: Muffin
Oppa sedang mencoba membuat lagu. Entah kenapa hasilnya aneh
To: Muffin
Kalau sudah selesai, aku ingin mendengarnya
From: Muffin
YA! jangan. Benar-benar aneh
To: Muffin
Loh mana tau kalau belum didengar. Itu tugas dari dosenmu ya? aja aja, oppa..
From: Muffin
Yap. Gomawo jihyeon-ah. Maaf ya belum sempat ke tempatmu. Toko ku juga lagi kebanjiran order untuk even yang berlangsung hingga seminggu
To: Muffin
Gwenchana oppa. Ya sudah, lanjutkan saja tugasmu. Sebentar lagi juga ada pemeriksaan rutin. Annyeong oppa
From: Muffin
Annyeong J
Tak jarang jika sedang ber-sms ria dengan Jonghyun, Jihyeon senyum-senyum sendiri. Dan kali ini Yonghwa memergokinya.
“Nah loh, senyum-senyum sendiri. Sms-an sama pacar ya? Siapa namanya, Jonghyun?”
“Ya, oppa, berhenti meledekku. Dia bukan pacarku!”
“Sekarang memang bukan, tapi nanti,” Yonghwa masih saja meledek Jihyeon.
Sebenarnya Jihyeon agak risih memanggil Yonghwa dengan sebutan oppa. Namun Yonghwa mendesaknya. Selain agar bisa lebih akrab satu sama lain, umur mereka hanya terpaut 5 tahun. Jihyeon sendiri sebenarnya kagum dengan Yonghwa. Diumurnya yang masih muda, sudah mendapat predikat sebagai dokter spesialis. Hal yang jarang terjadi.
“Oppa, aku selalu dicek rutin, minum obat setiap hari, dan ikut terapi. Tapi keadaanku kenapa tidak membaik?”
“Siapa bilang? Keadaanmu membaik kok?”
“Jinjja?”
Yonghwa tidak menyahut. Karena sebenarnya keadaan Jihyeon tidak akan pernah membaik. Bahkan semakin parah. Hanya saja gejalanya belum menampakkan diri.
Dan Jihyeonpun menyadari itu. Yonghwa hanya berusaha membuat Jihyeon termotivasi untuk sembuh. Jihyeon tahu keadaannya yang sebenarnya karena dulu dia pernah menguping pembicaraan dokter Jung dengan ketiga eonni-nya.
“Sudahlah oppa! Kau bilang kalau aku akan sembuh pun aku tetap tidak percaya.”
“Andwae! Kau harus percaya kau pasti sembuh. Kau tega membuat sedih orang-orang yang menyayangimu selama ini.”
Entah kenapa bayangan sosok Jonghyun yang muncul pertama di pikiran jihyeon.
Tentu saja Jihyeon ingin sembuh. Orang gila mana yang mau mengalami semua ini? Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Jihyeon hanya bisa pasrah. Menurutnya, Tuhan punya rencana lain untuknya.
Tangan Yonghwa menepuk puncak kepala jihyeon, berusaha menenangkan Jihyeon yang mulai menangis.
“Gwenchana, oppa!” Jihyeon menghapus bulir air matanya yang sudah terlanjur jatuh dan berusaha tersenyum. “Ayo, oppa! Aku sudah siap diperiksa.”
Pemeriksaan memakan waktu hampir satu jam *lama bener, asli author ngarang*. Setelah itu, tidak ada lagi yang bisa jihyeon lakukan selain berdiam diri di kamarnya.
“Kau bosan ya?” tanya Yonghwa yang kembali berkunjung ke kamar Jihyeon.
“Sangat! Biasanya aku main ke danau, tapi aku juga bosan sama tempat itu.”
“Danau? Danau yang dekat rumah sakit?”
Jihyeon menjawabnya dengan satu anggukan.
“Bagaimana kalau kau ikut aku? Aku ingin menjemput adikku di Universitas XXXX. Sekembalinya aku ke Seoul, aku sama sekali belum bertemu dia.”
“Mau.. Aku mau ikut..”
-
“Kau mau ikut aku masuk ke dalam atau menunggu di dalam mobil? Aku mau mampir ke perpustakaan sebentar,” tanya Yonghwa begitu mereka sampai di universitas.
“Aku ikut saja!”
Mereka berduapun turun dari mobil. Yonghwa menggandeng tangan Jihyeon, menuntunnya berjalan. Tiba-tiba perasaan senang muncul di hati Jihyeon. Serasa digandeng oleh kakak sendiri. Setidaknya satu impian Jihyeon tercapai, memiliki sosok kakak laki-laki di dekatnya walaupun bukan kakak kandung.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak menuju gedung perpustakaan. Yonghwa ingin meminjam beberapa buku di perpustakaan tersebut, perpustakaan yang bisa diakses untuk umum.
“Kau mamu meminjam buku? Carilah! Aku ada dibagian rak ‘kesehatan’ ya.”
“Oke!” Jihyeon mengacungkan kedua jempolnya.
Jihyeon menyusuri rak buku satu persatu. Tak ada yang menarik satupun baginya. Hingga dia menemukan satu buku.
“Cara Cepat Mahir Bermain Gitar?”
Melihat buku itu, sosok Jonghyun kembali muncul dipikirannya.
“Oppa sedang apa ya? Aku rindu padanya,” gumam Jihyeon.
Untuk mengalihkan perasaannya, Jihyeon membuka buku yang menarik perhatiannya. “Ya, ampun! Apa ini maksudnya kunci A minor? Kalau begini, butuh setahun untuk mahir main gitar. Ck! Oppa hebat.”
Lagi asik-asiknya Jihyeon membolak-balikkan buku, tiba-tiba terdengar suara ribut seorang yeoja di seberang rak nya.
“Ya! Terus aku harus berbuat apa supaya kau mau memaafkanku?”
“Minta maaf padanya!”
“Shiro!”
Jihyeon terbelalak. Dua suara yang sepertinya tidak asing baginya. Jihyeonpun menggeser-geser buku di rak, berusaha mengintip si pemilik suara. Betapa terkejutnya dia begitu tau siapa dua orang itu. Jihyeon mundur selangkah dan tak sengaja menginjak tali sepatu kets-nya hingga dia terjatuh.
“Aww!” Jihyeon mengaduh pelan, tidak mau keberadaannya diketahui dua orang itu.
“Jihyeon-ah, kau tidak apa-apa?” tanya Yonghwa panik dari ujung rak lalu menghampirinya dengan beberapa buku yang digenggamnya. Sial, pasti kedengaran, batin Jihyeon. Dan dugaannya tepat. Bukan hanya Yonghwa yang menghampirinya, dua orang itupun juga.
“Jihyeon-ah?”
“Loh, Yong oppa?”
-tbc-
wahhh... makin seru... tapi kayaknya panjang ya ceritanya... bagus2... lanjutkan... ^.*
ReplyDeletewaaaaah yong jadi dokter...
ReplyDeleteyang diperpus sapa?? hyun ya??? next part onn
Makin kasian sama Jihyeon. Hiks
ReplyDeleteAyo lanjutkan :)
ada yong oppa yeyey jadi dokter pula *O*
ReplyDeletedua orang yang adu mulut itu siapa onn? :O eonni suka banget deh bikin orang penasaran T-T lanjut eon lanjut
aiihh aiihh yong jd dokter ... tarikk nafas tarik nafassss ... #sesak mendadak :P
ReplyDeletepenasaran .. itu yg di perpus jonghyun ma cewek yg pernah marahin jihyeon di danau yg jg ternyata adek yongyong /plak readersnya sok tauuuu ...
penasaran penasaran ..