Thursday, March 17, 2011

Last Photo




Author: kang hyeri (@mpebriar)

Rating: G

Genre: romance, friendship

Length: oneshot

Cast:
  • Han Minjoo (fiktif)
  • Lee Jungshin CNBLUE
  • Lee Jungwoo (fiktif)
Disclaimer: this plot doesn't belong to me

Note: happy reading :)






Annyeong, Han Minjoo imnida, 16 tahun. Saat ini aku sedang dirawat di rumah sakit. Dua bulan yang lalu pesawat yang kutumpangi jatuh dan syukurlah aku masih hidup. Luka-lukaku mulai menghilang. Namun aku masih harus dirawat seminggu lagi.


Sebulan lalu, aku dibolehkan dokter jalan-jalan keluar kamar. Dan untuk pertama kalinya aku melihat namja yang dirawat di ruangan sebelahku, yang selalu suster Yoomi ceritakan. Katanya namja itu di rawat karena penyakit jantungnya yang lemah. Namja itu sering keluar masuk rumah sakit.


Sejak pertemuan itu kami mulai akrab sampai sekarang. Dia sering mengunjungi kamarku bila dia sedang bosan, begitupun sebaliknya.




Author pov


TAP TAP TAP!


Minjoo berlari dari toko kue rumah sakit, membawa dua muffin besar. Dia ingin memakannya berdua dengan Jungwoo.


“Kau dari mana Minjoo?” tanya Jungwoo yang sedang berdiri di depan kamarnya.


“Aku membeli kue ini,” kata Minjoo sambil mengangkat dua muffin besar yang dia beli. “Kau tidak mengenakan baju rumah sakit, mau kemana?”


“Tidak ke mana-mana.”


“Oh begitu. Jungwoo-ya, cepat makan. Keburu si iblis itu datang. Aku cuma punya dua.” Minjoo memang sengaja hanya membeli dua.


“Siapa yang kau maksud iblis?” tanya Jungwoo.


“Itu...”


“Minjoo-ya~,” panggil seorang namja dari belakang Minjoo.


Ini dia si iblis datang, batin Minjoo. Minjoo berbalik dan mendapati seorang namja yang sedang tersenyum lebar, mengenakan baju yang sama dengan yang dikenakan Minjoo.


“Lho, Jungwoo? Lalu yang ini...”


Minjoo kembali menatap ke arah namja yang bertengger di pintu. Tatapannya tajam menjurus ke arah Minjoo. Dengan segera namja itu mengapit leher Minjoo dengan lengan kanannya.


“Siapa yang kau maksud iblis hah?”


“Ampun, Jungshin! Ampuuuuuuuun.”


“Kau sudah mengataiku iblis, kuemu aku sita. Ini Jung untukmu,” Jungshin mengambil paksa muffin yang dipegang Minjoo dan memberi satu kepada Jungwoo lalu masuk ke dalam kamar rawat Jungwoo


Mereka adalah Lee Jungshin dan Lee Jungwoo, dua namja kembar nan tampan yang memiliki sifat yang sangat berkebalikan.


“Ini untukmu saja Minjoo,” Jungwoo menyerahkan kue muffin miliknya.


“Ga usah, itu untuk Jungwoo aja.”


“Cepat ambil,” Jungwoo memaksa.


“Kalau kau memaksa ya apa boleh buat.” Kebetulan perut Minjoo juga keroncongan. Baru jam 10 pagi, jatah makan siang belum keluar.


“Ayo makan di kamarku.”


Minjoo dan Jungwoo pun masuk. Jungwoo segera rebahan di tempat tidurnya. Sudah ada Jungshin yang duduk di sana.


“Jungwoo-ya, lama-lama kau ini makin kurusan. Ini makan punyaku, aku tidak nafsu,” Jungshin menyerahkan muffinnya ke adik kembarnya.


“Hahaha, gomawo hyung.” Senyum Jungwoo merekah.


Minjoo memperhatikan kedua namja itu. Wajahnya begitu mirip sampai-sampai tadi dia tidak mengenal mana Jungwoo mana Jungshin. Benar sekali apa kata Jungshin, tubuh Jungwoo semakin kurus. Apa dia kurang makan?


“Ini, makan punyaku juga. Aku juga tidak sedang bernafsu,” kata Minjoo berbohong. Dia akan berusaha menahan laparnya.


“Haha, tidak usah. Satu ini aja belum tentu habis.”


“Sini buatku saja,” Jungshin merebut muffin Minjoo dan melahap setengahnya.


“YA, JUNGSHIN! Itu kan muffin ku!!!!”


“Tadi kau bilang sedang tidak nafsu makan, kan?”


“AISSSSSH!” Minjoo merasa kemakan omongannya sendiri. “Kau juga tadi katanya tidak nafsu.”


“Itu kan tadi,” kilah Jungshin. Muffinpun telah habis dilahap Jungshin.


“HAHAHAHAHAHAHA!” Jungwoo tertawa dengan keras. “Kalian lucu sekali. Bisa ga sih ga berantem sehari aja.”


“GA BISA!” jawab Minjoo dan Jungshin bersamaan.


“HAHAHAHAHAHAHA!”





Seminggu telah berlalu, hari ini Minjoo sudah boleh pulang. Sebelumnya dia ingin berpamitan dengan Jungwoo. Ah ya, juga si iblis.


TOKTOKTOK!


“Masuk saja Minjoo. Kan selalu kubilang tidak perlu mengetuk pintu,” terdengar suara Jungwoo dari dalam.


KLEK!


“Bagaimana kau tau kalau aku yang mengetuk.”


“Hanya kau saja selama ini yang selalu mengetuk bila ingin masuk.”


Minjoo mengedarkan pandangannya ke sekeliling.


“Jungshin kan sedang sekolah, mana mungkin dia di sini.”


“A...aku tidak mencari dia.”


Minjoo heran, bagaimana Jungwoo bisa tau. Kok bisa-bisanya aku mencari dia, aisssh, batin Minjoo.


KLEK! Pintu terbuka dan muncullah Jungshin berseragam sekolah.


“Annyeong, Jung! Dan..lagi-lagi kau di sini,” Jungshin memutar bola matanya.


“Lho hyung, kok udah pulang? Kau ga cabut kan?”


“Aniyo. Sedang ada rapat guru, semua dipulangkan.”


Jungshin berjalan ke arah kembarannya, melewati Minjoo begitu saja.


“Cih, emang kenapa kalau aku ke sini? Ini kan kamar Jungwoo, bukan kamar kau.”


“Jungwoo itu adikku, arasso?! Aku takut Jungwoo sakit kalau dekat-dekat kau.”


“Udah udah, berantem terus kalian,” lerai Jungwoo.


“Aku mau ke kamarku sebentar. Sepuluh menit lagi aku kembali.”


“Ga usah kembali aja sekalian.”


Minjoo hanya diam saja, menatap tajam Jungshin, lalu pergi.


“Ya, hyung. Kenapa sih kau kasar sekali pada Minjoo. Dia kan baik.”


“Mwolla! Melihatnya membuatku badmood.”


Jungwoo hanya geleng-geleng melihat tingkah kakak kembarnya.


“Kalau aku suka sekali sama Minjoo. Dia baik dan juga manis.”


Jungshin menatap kembarannya yang hanya senyum-senyum sendiri. Ada perasaan aneh yang menggerogotinya. Dia semakin membenci Han Minjoo.


KLEK!


“I’m back!”


“Oh ya, hari ini kau udah boleh keluar dari rumah sakit kan. Akhirnya.. Ini hadiah atas kesembuhanmu,” Jungwoo menyerahkan sebuah bingkisan kepada Minjoo.


“Jungwoo-ya, ini apa?”


“Buka aja.”


Minjoo membuka bingkisan itu dan...


“Omona~ Boneka beruang. Nomu kyeopta. Gomawo Jungwoo.”


“Ne, chonman. Hyung, kau juga punya kan?” Jungwoo menyikut lengan Jungshin.


“Pu...punya apa?”


“Aigoo~ Buang rasa gengsimu.”


Jungwoo meraih tas Jungshin dan mengeluarkan sesuatu. Sebuah bingkisan kotak kecil.


“Ini!”


Jungshin berusaha mencegah, tapi bingkisan tersebut sudah keburu di tangan Minjoo. Minjoo segera membukanya.


“Waaah, strap handphone, nomu yeppoda. Ini benar untukku Jungshin-ah?”


“Bukan, itu untuk Lee Songmi, teman sekelasku,” kilah Jungshin.


“Jinjja? Tapi inisialnya HMJ,” kata Minjoo.


“Itu...itu...”


“Udahlah hyung. Mengaku saja.”


“Ye ye ye! Itu emang untuk kau. Puas?” Jungshin menatap tajam Minjoo.


“Gomawoyo Jungshin-ah.”


Untuk pertama kalinya Minjoo tersenyum tulus pada Jungshin. Dan ini membuat Jungshin merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya. Sesuatu yang belum pernah dia rasakan.


“Kau manis sekali Minjoo,” puji Jungwoo.


Pujian Jungwoo yang membuat Minjoo salah tingkah. “Hah? Ah..eh..gomawo.”


Mereka bertiga terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.


“Selama ini aku hanya di rumah atau rumah sakit. Ingin sekali aku berjalan-jalan keluar seperti remaja normal lainnya, tapi keadaanku tidak mengizinkan.”


Jungshin dan Minjoo hanya diam mendengarkan.


“Aku ingin sekali berkencan denganmu Minjoo.”


Kata-kata Jungwoo membuat Minjoo kaget. Kaget bercampur senang. Namun suasana kembali kaku.


“Aku...mau...,” kata Minjoo terbata-bata. Terus terang, dia menyukai Jungwoo.


“Mwo? Kencan dengan yeoja jelek ini? Kau harus periksa mata sepertinya,” si iblis berkilah.


“Apa kau bilang? Jelek? Kau yang seharusnya periksa mata. Kaca mata kuda pun ga mempan untukmu.”


“Ya! Yeoja jelek, kau mau mati, hah?”


“Hahahaha, kalian bertengkar lagi. Sudah sudah. Karena aku ga bisa kemana-mana, kalau begitu kalian saja yang berkencan. Jangan lupa ambil foto yang banyak ya.”





Hari ini hari pertama Minjoo masuk sekolah, padahal baru kemarin dia pulang dari rumah sakit. Tapi rasa rindunya pada teman-teman tak mampu dibendungnya. Lagipula, tidak sulit untuk beradaptasi dengan pelajaran yang telah dia tinggalkan selama dua bulan lebih. Selama di rawat, dia selalu belajar dari catatan yang teman-temannya bawa.


“Jungshin-ah, di sini!” Teriak Minjoo.


Jungshin yang mendengar suara Minjoo berlari menghampirinya.


“Ngapain sih ngajak ketemuan? Di taman segala. Kenapa ga di rumah sakit aja sih?” tanya Jungshin ketus.


Hari ini mereka mau ‘berkencan’. Kemarin Jungwoo memaksa mereka. Katanya, ‘Jangan kemari kalo kalian tidak membawa foto kencan kalian.’


Karena itu, Minjoo mengirim sms pada Jungshin, mengajaknya ‘berkencan’ sepulang sekolah.


“Huaaa, air mancur itu indah. Foto, foto,” perintah Jungshin. Jungshin hanya menurut, sibuk memencet tombol SLR-nya berkali-kali. Namun, kamera fokus ke arah Minjoo.


“Ya! Jangan foto aku, Jungshin-ah!”


Jungshin tidak menggubris, dia masih sibuk memotret Minjoo. Minjoo yang merasa risih dengan segera merebut SLR Jungshin. Namun Jungshin tetap menahan kameranya.


“Apa-apaan sih kau? Nanti kameraku rusak. Minggir!” Jungshin menghempas kasar tangan Minjoo.


“KAU! LEE JUNGSHIN! Kenapa sih kau selalu dingin padaku? Salahku apa?” tanya Minjoo lantang.


“Kau itu me-nye-bal-kan!” Jungshin menekan kata terakhirnya. “Kau itu cerewet sekali. Sangat merepotkan. Kupingku sakit setiap mendengarmu bicara. Bisa ga sih kau ga muncul di hadapanku sehari aja. Dan asal tau aja, aku melakukan ini hanya untuk Jungwoo, arasso? Sudahlah, cepat selesaikan acara ini, aku sangat bos...”


Minjoo pergi berlari menjauh. Jungshin sadar kata-katanya pasti sangat menusuk hati Minjoo. Jungshin sangat menyesal tapi menurutnya hal itu harus dia lakukan.


“Dia pergi,” gumam Jungshin. Dia kembali memotret di sekelilingnya.


Tanpa Jungshin duga, Minjoo kembali sambil menyodorkan dua buah bakpau.


“Ini makan. Aku tau kau lapar,” kata Minjoo lirih.


“Kau...?”


“Wae? Kau kira aku akan pergi, hah? Sama denganmu, aku melakukannya juga karena Jungwoo. Jadi kata-katamu itu ga mempan. Masuk keluar kuping kiri, keluar kuping kanan.”


Minjoo mengalihkan pandangannya seraya menarik kamera Jungshin dan sang pemilik merelakannya.


“Ayo foto berdua. Jungwoo tidak mau melihat kita kalau kita tidak memba....”


“HAHAHAHAHAHAHAHAHA!” Jungshin tertawa. Senyumnya merekah.


“Jungshin-ah, kenapa kau terta....,”


Minjoo tidak bisa berkata-kata begitu melihat senyuman Jungshin. Ini pertama kalinya dia melihat pemandangan itu. Senyuman itu berhasil membuat Minjoo membatu. Detak jantungnya berdegup dengan cepat.


“Ya! Yeoja jelek, jangan melamun!”






“HUAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA,” Jungwoo tertawa dengan keras. “Ini mah bukan foto kencan,” sambungnya sambil melihat foto-foto yang Minjoo dan Jungshin ambil.


“Keinginanmu udah terkabul Jung,” kata Jungshin dingin.


“Ya! Masa ga ada foto kalian berdua yang mesra. Yang ini jutek, yang ini kaku, yang ini... ya ampun, kalian masih sempat-sempatnya bertengkar saat difoto, kekekekekek.”


“Habis kau tiba-tiba menyuruh aku kencan dengan si iblis,” kata Minjoo lirih lalu berjalan keluar.


“Kenapa dia?” tanya Jungwoo sambil menyikut lengan kembarannya.


“Mwolla! Apa peduliku,” jawab Jungshin acuh.


Kedua namja berwajah sama itupun menghampiri Minjoo.


Sejak melihat senyuman Jungshin kemarin, Minjoo malu bertemu dengan Jungshin, menatap wajahnya saja tidak kuat. Wajahnya akan memerah kalau melihat Jungshin. Dia tidak tau mengapa itu terjadi.


“Apa aku suka Jungshin? Ani, ani! Ngapain aku suka sama si iblis, ih!” kata Minjoo yang sedang duduk di bawah pohon yang besar.


Tapi senyuman Jungshin kemarin membuat Minjoo tidak bisa melupakannya.


“Minjoo-ya, ngapain kau disitu?”


“Jungwoo? Jungshin? Cuma duduk-duduk aja.”


Minjoo memberanikan diri menatap Jungshin, tapi Jungshin mengalihkan pandangannya.


“Bagaimana kalau kita foto bertiga?” usul Minjoo, mengalihkan pembicaraan.


“Usul yang bagus, aku ambil kamera dulu di kamar.”


Jungwoo pergi meninggalkan Minjoo dan Jungshin. Berdua.


“Kau! Jangan pasang wajah kusut di depan Jungwoo, ara?” kata Jungshin ketus.


Minjoo diam saja, tidak seperti biasanya. Hal itu membuat tanda tanya di pikiran Jungshin.


Aneh, batin Jungshin.


Tak lama setelah itu Junwoo kembali membawa SLR. Dia meletakkan kamera di sebuah bangku, mengarahkan fokusnya pada sebuah pohon besar dan mengatur self timer. Jungwoo segera berlari menuju pohon besar di tempat Jungshin dan Jungshin berada.


“Cepat-cepat, 10 detik lagi.”


Mereka segera mengambil tempat. Mereka duduk di bawah pohon dan tersenyum pada kamera.





Seminggu berlalu, seminggu pula Minjoo tidak bertemu dengan dua namja itu. Hal itu terjadi karena kesibukan Minjoo yang harus mengejar ketinggalannya di sekolah. Sebelumnya dia pun sudah memberitahu pada Jungwoo kalau dia tidak akan sempat menjenguk Jungwoo selama seminggu dan Jungwoo memakluminya.


Hari ini hari Minggu, dia berniat akan ke rumah sakit. Tentu saja menjenguk Jungwoo dan...bertemu Jungshin. Namun saat Minjoo bersiap-siap, sebuah sms dari Jungshin masuk.


Temui aku di Sungai Han. PALLI !!!!


“Cih, di sms pun dia masih bisa-bisanya begitu. Tapi ada apa ya?”


Dengan segera Minjoo bergegas ke sana.


Sesampainya di Sungai Han, Minjoo mencari sosok Jungshin. Tidak sulit untuk menemukannya, cari saja namja yang paling tinggi.


“Jungshin-ah!”


“Kau lama sekali. Lumutan aku menunggumu.”


“Ya, bisa ga sih bicara sedikit manis padaku?”


“Mustahil!”


Jungshin duduk di rerumputan, memandangi indahnya Sungai Han. Minjoo pun juga duduk, di samping Jungshin.


“Aku hari ini berencana ke rumah sakit. Tapi kau mengajakku bertemu. Ada apa?”


Jungshin hanya terdiam. Matanya masih memandang ke depan.


“Ga apa-apa, aku hanya sedang bosan.”


Ada yang tidak biasa dari Jungshin, itu menurut Minjoo. Jungshin terlihat sedih.


“Waeyo Jungshin? Apa keadaan Jungwoo sedang tidak baik?”


Jungshin menggeleng.


“Kau bisa cerita padaku. Aku siap mendengarnya,” tawar Minjoo.


Jungshin hanya diam saja. Minjoo menatap namja tampan yang ada di sampingnya. Raut wajah Jungshin sungguh tidak karuan. Minjoo pun meraih kepala Jungshin. Ditariknya ke bahu Minjoo.


“Gwenchana kalau kau memang ga mau cerita. Menangislah. Kadang menangis itu bisa melegakan hati.”


Dan ternyata Jungshin menangis. Terdengar dari isakannya. Dan isakan itu membuat Minjoo ikut meneteskan air matanya. Minjoo merasa sangat sedih melihat Jungshin sedih. Rasanya dia bisa merasakan apa yang sedang dirasakan Jungshin.


Mereka menangis berdua. Terlarut dalam kesedihan mereka.


“Kau menangis, Minjoo?” tanya Jungshin.


Bagi Minjoo, ini pertama kalinya Jungshin perhatian pada Minjoo.


“Habis kau menangis, aku jadi ikutan menangis, haha,” jawab Minjoo sambil menyeka air matanya.


“Kenapa kau menangis?”


“Mwolla! Begitu kau menangis, aku bisa ikut merasakan kesedihanmu.”


Minjoo menunduk. Ini pertama kalinya juga Jungshin menatapnya lekat.


“Minjoo-ya!”


Minjoo menengadah wajahnya dan menatap Jungshin. Mereka saling menatap. Dan entah setan mana yang membisikkan ke telinga Jungshin, kepalanya perlahan mendekati Minjoo. Bibir Jungshin menyentuh bibir Minjoo. Mereka larut dalam ciuman mereka.


Sepuluh detik kemudian Jungshin melepaskan ciumannya.


“Mianhae!”


“Waeyo?” tanya Minjoo malu-malu.


“Maaf aku sudah lancang. Harusnya ini ga boleh terjadi.”


“Jungshin-ah, aku...aku juga suka...”


“Mianhae Minjoo-ya. Aku harus pergi sekarang.”


Minjoo hanya terdiam menatap punggung Jungshin yang semakin menjauh.






Sudah 2 minggu berlangsung sejak kejadian di Sungai Han. Minjoo kehilangan jejak Jungshin dan Jungwoo. Sewaktu Minjoo ke rumah sakit, suster bilang padanya kalau Jungwoo sudah dibawa pulang.


“Kenapa Jungshin ga kasih tau waktu itu kalo Jungwoo udah pulang? Dan sudah dua minggu aku sms ga dibales-bales, aku telpon pasti ponselnya mati. Aku ga tau alamat mereka. Ada apa ini sebenarnya?”


Minjoo memang menyadari ada yang aneh pada Jungshin waktu itu. Sayangnya Jungshin tidak mau bercerita.


KRIIIIIIIIIIIIING!


Siang itu, ponsel Minjoo berdering.


“Yoboseyo?” tanya Minjoo tanpa melihat siapa yang menelponnya.


“Minjoo-ya!”


“Omo! Kau Jungshin. Panjang umur kau. Aku baru saja....”


“Minjoo-ya, cepat ke rumahku!”


“Mwo?”


“Alamatnya akan ku kirim lewat pesan segera.”


Tiba-tiba Jungshin memutus sambungan. Dan tak lama sms datang, sebuah alamat. Dengan segera Minjoo mengganti bajunya dengan sweater hitam kesayangannya yang dia padukan dengan jeans hitamnya.


Tidak susah mencari alamatnya karena ternyata alamat tersebut dekat dengan rumah sakit. Sebuah rumah yang lumayan besar. Tapi ramai sekali.


“Ada acara apa sih?” gumam Minjoo.


Perasaannya mulai tidak enak. Ekspresi sedih terpancar dari para tamu. Dan semua...serba hitam.


“Minjoo-ya!” sapa Jungshin. Jungshin datang menghampiri Minjoo yang masih terpaku di depan rumah Jungshin.


“Jungshin-ah, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Minjoo.


Minjo melihat Jungshin dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pakaian yang Jungshin pakai formal.


“Jungshin-ah, Jungwoo....”


“Sebentar, aku ambil motorku dulu,” kata Jungshin memotong.


Minjoo masih bingung dengan apa yang terjadi. Dan pikirannya mulai kemana-mana.


Jungwoo tidak apa-apa kan? Dia tidak.... Ah, tidak-tidak.


TINTIN!


Klakson motor Jungshin membuyarkan lamunan Minjoo.


“Kita mau ke mana?”


Jungshin hanya diam saja. Dia memberikan sebuah helm pada Minjoo dan menunjuk ke arah belakangnya dengan jempolnya.


Selama di motor, mereka berdua hanya diam saja. Minjoo tidak tahu akan dibawa kemana. Namun yang dia tahu, jalanan ini menuju suatu tempat yang sangat ingin dia jauhkan dari pikirannya sejak tadi.


Dan ternyata perkiraan Minjoo tidak meleset. Jungshin memarkir motornya disembarang tempat lalu menarik Minjoo menuju suatu undakan yang masih baru.


Air mata Minjoo mengalir dengan deras.


“Jungwoo-ya....”


“Mianhae sebelumnya, aku tidak memberitahumu soal ini.”


“Jungwoo benar-benar...meninggal?” tanya Minjoo mengguncang-guncang tubuh Jungshin. Jungshin hanya diam.


“Seperti yang kau lihat.”


Minjoo masih tidak mempercayai fakta ini. Isakannya semakin keras. Kakinya tidak mampu menahan bobot tubuhnya saking lemahnya. Dia terduduk di samping makam Jungwoo.


“Jungwoo-ya, kau bahkan belum berpamitan padaku.”


Suasana hening, hanya isakan Minjoo yang terdengar. Jungshin ikut menitikkan air matanya.


“Ini semua maunya Jungwoo.”


Minjoo menengadah kepalanya, lalu berdiri menatap Jungshin, mengharapkan suatu penjelasan.


“Jungwoo melarangku untuk bercerita padamu. Dia tidak mau kau sedih. Keadaannya sudah memburuk dan dia memohon untuk dirawat di rumah saja.”


Kini giliran Minjoo yang terdiam. Dia berusaha mencerna apa yang dikatakan Jungshin.


“Yang mengirim sms untuk bertemu waktu itu bukan aku, tapi Jungwoo. Dia memaksa dan aku terpaksa menurutinya.”


Kata-kata Jungshin barusan membuat Minjoo tersentak.


“Maksudmu?”


“Jungwoo memaksaku. Jadi itu bukan keinginanku.”


“Tapi soal...”


“Soal ciuman itu, anggap saja kita sedang terbawa suasana.”


Minjoo kembali tersentak. Minjoo tidak menyangka kalau Jungshin akan berkata seperti itu. padahal Minjoo merasa kalau Jungshin juga menyukainya.


“Aku tidak bisa menyukaimu, Minjoo. Mianhae! Aku tidak bisa.”


Jungshin pergi meninggalkan Minjoo sendirian di pemakaman.

Keesokan harinya, Minjoo dirundung rasa malas bercampur sedih. Badannya tidak kuat untuk berdiri.
“Minjoo-ya! kau tidak sekolah?” tanya ibu Minjoo.
“Aku ga enak badan, eomma.”
“Sudahlah, jangan terlalu sedih. Kau tidak merasa kalau kau sedih, Jungwoo juga akan merasa sedih?”
Semalam Minjoo menceritakan semuanya pada ibunya. Sudah kepalang basah tertangkap ibunya sedang menangis.
“Ye, eomma!”
Ibunya Minjoo meninggalkan anaknya sendiri di kamar. Memang ini yang dibutuhkan Minjoo saat ini, sendirian.





Seminggu telah berlalu. Tapi kesedihan masih merundung Minjoo. Bukannya hanya karena telah kehilangan Jungwoo, tapi juga karena kata-kata Jungshin waktu itu. Entahlah apa yang dikatakan Jungshin itu benar apa tidak. Tapi tercium bau kebohongan dari Jungshin.


“Lee Jungshin, saranghaeyo!” gumam Minjoo.


Akhir-akhir ini dia lesu sekali untuk bersekolah. Dengan malas-malasan dia berjalan pulang ke rumah dari sekolahnya.


Sesampainya di depan rumah, dia melihat sesuatu yang belum masuk sepenuhnya ke dalam kotak pos. Sebuah surat. Minjoo membuka surat tersebut dan dia betapa terkejutnya dia meliat fotonya bersama Jungshin dan Jungwoo dibawah pohon besar di rumah sakit. Dibaliknya foto itu dan Minjoo membaca kalimat-kalimat tersebut. Tanpa sadar, kaki Minjoo melangkah menuju suatu tempat. Tempat yang tertera pada foto tersebut.

Han Minjoo:

Minjoo-ya! Jeongmal mianhae aku tidak bisa memberitahumu tentang keadaanku. Aku tidak mau kau sedih karenaku. Oh ya, waktu aku bilang ingin kencan denganmu, sejujurnya saat itu aku serius. Aku benar-benar ingin kencan denganmu. Aku menyukaimu Minjoo. Tapi ada namja yang pantas bersanding denganmu dan aku tau kaupun menyukainya.
Aku belum berpamitan ya? Selamat tinggal Han Minjoo. Raga ku memang tidak ada di dekatmu tapi aku akan selalu dihatimu.

Lee Jungwoo


Minjoo terus membaca pesan Jungwoo berulang-ulang hingga dia sampai ditujuan. Betapa kagetnya begitu melihat Jungshin ada di sana. Jungshin juga memegang benda yang sama dengan yang dipegang Minjoo.


Minjoo terus mendekat ke arah Jungshin. Tanpa Minjoo duga, Jungshin menarik Minjoo ke pelukannya.


“Mianhae, Minjoo-ya!”


“Tidak ada kata-kata lain selain mianhae?” tanya Minjoo, masih dipelukan Jungshin.


“Saranghaeyo, Minjo-ya!”


Minjoo tidak menjawab, tapi tangannya kini memeluk Jungshin erat. Saking eratnya Jungshin memeluk leher Minjoo, yeoja itu bisa melihat isi pesan Jungwoo untuk Jungshin.

Lee Jungshin:

Hyung, aku tau kau menyukai Minjoo. Kau tidak perlu mengorbankan perasaanmu demi aku. Cepat dapatkan dia, keburu kedahuluan namja lain. Dia itu manis hyung, kau setuju kan? Walaupun mulutmu berkata tidak tapi hatimu berkata iya. Jangan mengelak. Aku tau semuanya karena kita kembar. Apa yang kau rasakan bisa aku rasakan, kaupun juga begitu kan?
Kalau kau tidak segera mendapatkan Minjoo, aku akan memohon pada Tuhan untuk diturunkan ke bumi lalu mengajakmu ikut bersamaku. Kkkkk! Selamat tinggal hyung.

Lee Jungwoo

Minjoo makin mengeratkan pelukannya.

“Saranghaeyo, Lee Jungshin!”

Saranghaeyo Lee Jungwoo.


-end-


Kok akhir-akhirnya jadi mirip My Lovely ku ya? Kkkkkk


7 comments:

  1. ini ff yang waktu itu onni ceritain yang anak kembar juga ya...?? wah gak kebayang jungshin ada 2 hehehe, bagus ceritanya onn menyentuh lagi ^^
    waiting for ur next ff onn ^^

    ReplyDelete
  2. eonnie^^
    ff yang menyentuh T_T kasian jungwoo nya, tapi dia baik (y)
    apa-apaan si jungshin, "kebawa suasana" tapi kok gitu sih xD


    eonnie, itu kan diawal minjo's pov kan ya? tapi kok jadi author's pov hehe peace eonnie cuma bilang ^-^v

    keseluruhan bagus banget kok eon, aku bisa belajar makai kata2 dari sini :D

    ReplyDelete
  3. @sarah: iyaaaaa, ini ff nya. sebenernya udah agak lama selesai, tapi baru di posting :p gomawo~

    @icha: OH IYA!!! aku segera ganti deh.. gomawo ya :)

    ReplyDelete
  4. simple n enak bacanya kalo oneshot gini ... ntar eon jg bikin yg cepak aja ah .. kadang pusing kalau dah kepanjangaaaannn ... kekekeke #curhat

    ReplyDelete
  5. aaahhhh ngebayangin jungshin ada dua.. kembar ...
    aahhh jungshin~ah :(

    ReplyDelete
  6. ngebayangin jungshin jadi kembar dunia bakan jadi kayak gimana yaa?

    eh tapi asik juga sih kalo jungshin ada banyak jumlahnya kan bisa dibagiin satu2 ke jungshin biased wkwkwkwka

    asiknyaaa dicium sm jungshin.. aku jg mau ih dipipi aja udah lebih dari cukup.. kalo sampe beneran dicium jungshin,akumau deh puasa 1tahun

    ReplyDelete
  7. waw ^^
    jun shin kembar ..
    keren :D :D

    ReplyDelete

Cara komen (bagi yang kurang jelas):

1. Ketik komen kalian di kotak komentar.

2. Di samping 'Berikan komentar sebagai', klik Google (bagi yang menggunakan Blogspot) atau LiveJournal/Wordpress/AIM/TypePad/OpenID (bila kalian mempunyai akun disana)

3. Atau bagi yang tidak punya akun sama sekali / tidak mau ribet, klik NAME/URL (kosongkan URL bila tidak mau ditampilkan)

4. Klik 'Poskan komentar'